TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) mengaku kecewa atas tindakan pemerintah yang belum melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) soal vaksin halal. Mereka pun menyatakan telah melakukan somasi kedua kepada pemerintah.
“Ternyata pemerintah tampak mengabaikan putusan tersebut. Untuk itu, YKMI mengambil langkah somasi,” kata Direktur Eksekutif YKMI Ahmad Himawan dihubungi di Jakarta, Senin, 9 Mei 2022.
Ia mengatakan YKMI telah melayangkan somasi pertama kepada pemerintah sepekan lalu terkait putusan MA yang mewajibkan pemerintah menyediakan vaksin halal.
Bahkan, kata dia, pemerintah tidak menyiapkan langkah strategis untuk melaksanakan putusan MA tersebut. Pemerintah bahkan tidak berani memutus kontrak vaksin yang belum mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Pemerintah tidak memasukkan seluruh jenis vaksin halal yang direkomendasikan saat ini,” ujarnya.
Ahmad menyatakan siap membawa urusan tersebut ke Mahkamah Internasional jika pemerintah tak juga menjalankan putusan MA tersebut.
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Prof. Syaiful Bakhri mengatakan Kementerian Kesehatan wajib melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait vaksin halal Covid-19.
“Sejak keluarnya putusan MA tersebut, pemerintah berkewajiban untuk melakukan putusan itu. Semua vaksin harus (dijamin) halal. Kalau diduga selama ini vaksin tersebut tidak halal berarti melanggar hukum,” katanya dihubungi di Jakarta, Senin.
Terkait dengan somasi yang dilayangkan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) belum lama ini, Syaiful menyatakan hal itu merupakan sebuah peringatan karena pemerintah mengabaikan putusan MA soal jaminan ketersediaan dan pemberian vaksin halal.
Sebelumnya, Mahkamah Agung mengabulkan gugatan YKMI soal vaksin halal. Dalam keputusan itu dengan Nomor 31 P/HUM/2022 itu, MA menyatakan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
“Pemerintah (Menteri Kesehatan, Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019/Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan), wajib memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan jenis Vaksin Covid-19 yang ditetapkan untuk pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 di wilayah Indonesia,” bunyi salinan putusan MA itu.
Selain itu MA menyatakan Pasal 2 Peraturan Presiden tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Pemerintah (Menteri Kesehatan, Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019/COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan), wajib memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan jenis Vaksin COVID-19 yang ditetapkan untuk pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 di wilayah Indonesia”.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, pada akhir April lalu menyebutkan putusan MA tersebut telah menjadi payung hukum untuk penyediaan vaksin Covid-19 halal di Tanah Air. Saat ini, kata dia, pemerintah telah memprioritaskan penggunaan vaksin yang telah mendapatkan sertifikat halal untuk kaum muslim. Dia juga menyatakan kapasitas produksi vaksin halal seperti Sinovac dan yang lainnya terus meningkat.
"Maka penggunaan vaksin Covid-19 untuk umat Muslim akan digantikan sepenuhnya dengan vaksin yang sudah mendapatkan fatwa halal," kata Wiku dalam keterangan pers, Rabu, 27 April 2022.
Sejauh ini, MUI telah mengeluarkan empat sertifikat halal untuk vaksin Covid-19. Keempat vaksin halal itu adalah Sinovac, vaksin Merah Putih, vaksin GEN2-Recombinant Covid-19 dan Vaksin Vifivax. Sementara untuk vaksin AstraZeneca, Pfizer, Moderna dan lainnya belum jelas status halal haramnya namun bisa digunakan dalam kondisi darurat.