TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Memanggil 57+ Institute (IM57+ Institute) menganggap pimpinan KPK saat ini lemah mendorong kepatuhan etik di internal lembaga tersebut. Ketua lembaga yang menaungi eks pegawai KPK korban Tes Wawasan Kebangsaan itu, Praswad Nugraha, menyatakan hal ini bisa memengaruhi kinerja para pegawai.
Praswad menilai saat ini terjadi kemunduran yang sangat signifikan terhadap kepatuhan terhadap kode etik di lembaga anti rasuah itu. Menurut dia, ini terjadi karena para pemimpin KPK sendiri terbukti kerap kali melakukan pelanggaran.
"Bagaimana bisa pimpinan bicara mengenai penegakan etik ketika belum dua tahun menjabat sudah dua pimpinan dijatuhkan sanksi etik dengan pelanggaran yang serius, bahkan salah satunya terkait penanganan kasus," kata dia saat dihubungi Senin, 25 April 2022.
Praswad berpendapat, kondisi penegakkan etik yang lemah di jajaran pimpinan KPK akan memengaruhi kinerja para pegawai yang menjadi bawahan mereka. Sebab, mereka akan menganggap penegakkan etik tak lagi penting bagi jajaran pimpinan ataupun dewan pengawas KPK yang seharusnya memberi sanksi.
"Pegawai yang melihat pimpinan bermain dengan kasus tapi tidak dipecat ataupun mengundurkan diri akan dapat menilai bagaimana kualitas penegakan etik didalam sehingga etik bukan lagi menjadi suatu hal yang penting," ucap Praswad.
Menurutnya, nilai-nilai utama yang dipegang jajaran pegawai KPK selama ini adalah komitmen bersama untuk menegakkan nilai-nilai etik agar integritas seluruh jajaran dari atas hingga ke bawah bisa terjaga. Nilai etik, kata Praswad, juga menjadi pembeda KPK dengan institusi lainnya dalam upaya memberantas korupsi.
"Padahal salah satu pembeda utama KPK sehingga dapat bekerja secara optimal adalah adanya nilai etik integritas yang dijaga," ujar Praswad yang merupakan mantan penyidik di KPK.
Persoalan etik KPK ini menjadi sorotan usai Dewan Pengawas KPK menyatakan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar terbukti melakukan kebohongan dalam konferensi pers mengenai kasus Tanjungbalai pada 30 April 2022. Meski terbukti bohong, Dewas tidak melanjutkan kasus ini ke persidangan etik.
“Telah terbukti bahwa Saudari Lili Pintauli Siregar melakukan kebohongan dalam konferensi pers pada tanggal 30 April 2021,” kata sumber Tempo mengutip dokumen Dewas KPK soal putusan terhadap Lili, Rabu, 20 April 2022.
Selain tidak dilanjutkan ke sidang etik, Dewas juga tidak menjatuhkan sanksi kepada Lili. Dewas beralasan kebohongan sudah disinggung dalam putusan sidang etik terhadap Lili di kasus Tanjungbalai. Kebohongan menjadi salah satu pertimbangan Dewas dalam putusan tersebut. Sehingga, sanksi yang diberikan telah mengabsorbsi dugaan pelanggaran etik dan kode perilaku mengenai kebohongan publik.
Selain itu, Lili saat ini juga tengah menghadapi satu aduan serius lainnya. Dia diduga menerima gratifikasi dari perusahaan BUMN Pertamina saat menonton balapan MotoGP Mandalika beberapa waktu lalu. Lili saat itu disebut menerima fasilitas mulai dari tiket pesawat, akomodasi hotel hingga tiket secara gratis.
Tak hanya Lili, pimpinan KPK lainnya yang menjadi sorotan adalah Firli Bahuri. Perwira Polisi berpangkat Komisaris Jenderal itu sempat diadukan ke Dewan Pengawas karena menggunakan helikopter dari Palembang ke kampung halamannya di Baturaja pada Juni 2020.
Dewas KPK telah memutuskan Firli bersalah dalam kasus ini karena dianggap telah bergaya hidup mewah. Kasus ini kembali diajukan ke Dewas KPK karena Firli diduga mendapatkan gratifikasi berupa diskon besar-besaran dari perusahaan penyewaan helikopter tersebut. Namun hingga saat ini Dewas KPK masih belum memproses aduan yang dilakukan Indonesia Corruption Watch tersebut.
Firli Bahuri juga sempat diadukan ke Dewas KPK soal pemberian penghargaan terhadap istrinya sebagai pencipta lagu Mars KPK dan penggunaan SMS Blast untuk kepentingan pribadi. Namun, dua perkara ini juga belum mendaapatkan tanggapan dari Dewas KPK.
Baca: IM57+ Sebut Dewas KPK Kini Seperti Penasihat Hukum Pimpinan KPK