TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi mengumpulkan uang dari Aparatur Sipil Negara di beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintah Kota Bekasi. KPK menduga duit itu lalu dipakai untuk investasi pribadi.
Dugaan tersebut ditelisik KPK saat memeriksa sejumlah saksi dalam penyidikan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang yang menyeret Rahmat menjadi tersangka. KPK tidak menjelaskan lebih rinci tentang jenis investasi tersebut.
“Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan adanya pengumpulan sejumlah uang dari para ASN Pemkot Bekasi atas perintah tersangka RE yang diperuntukkan bagi investasi pribadi tersangka RE dimaksud,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri, Selasa, 5 April 2022.
Adapun para saksi yang diperiksa dalah Sekretaris Dewan Kota Bekasi, Hanan; Kepala Dinas Bina Marga, Arif Maulana; Kepala Dinas Pendidikan, Innayatullah; Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Keuangan Daerah, Aan Suhanda; Kasatpol PP, Abi Hurairoh; Kabid Pelayanan Medik RSUD, Rina Oktavia; Direktur Utama RSUD Kota Bekasi, Kusnanto; Kepala Dinas Kesehatan, Tanti Rohilawati; Kepala Dinas Perhubungan, Dadang Ginanjar; dan Kepala BKPSDM, Karto.
KPK kembali menetapkan Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi menjadi tersangka kasus korupsi. Kali ini, KPK menetapkan Rahmat menjadi tersangka tindak pidana pencucian uang.
“Tim penyidik menemukan adanya dugaan tindak pidana lain yang dilakukan tersangka RE sehingga dilakukan penyidikan baru dengan sangkaan TPPU,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri, Senin 4 April 2022.
Ali mengatakan KPK menduga Rahmat melakukan TPPU dengan cara membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sejumlah harta kekayaannya. Harta itu diduga didapatkan dari korupsi.
“Tim Penyidik segera mengumpulkan dan melengkapi alat bukti di antaranya dengan menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi,” kata Ali.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Rahmat menjadi tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi yang berhubungan dengan pembebasan lahan. Selain Rahmat, KPK juga menetapkan 8 tersangka lain. Dalam perkara ini, Rahmat Effendi diduga telah menerima uang Rp 7,1 miliar dalam proyek ganti rugi pembebasan lahan di Kota Bekasi.
Selain itu, Rahmat Effendi juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai pada Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya. Tersangka juga diduga menerima suap terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemkot Bekasi.