TEMPO.CO, Jakarta - Wendi, korban robot trading DNA Pro, menyambangi Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri bersama kuasa hukumnya, Riki Ricardo Manik. Dia melaporkan dugaan investasi bodong dengan kerugian yang dialaminya dan dan adik sepupunya, Prasetya, senilai Rp 25 miliar.
“Saya bergabung sejak Juni 2021. Awalnya diajak teman dan keluarga, disuruh lihat ada hal yang menarik. Kemudian berlanjut ikut presentasi Zoom meeting,” ujar Wendi di Bareskrim, Selasa, 5 April 2022.
Bahkan, Wendi juga sempat mengikuti beberapa acara besar secara offline di Bali dan Surabaya sebelum bergabung dengan DNA Pro. “Dari situ kami lebih yakin, mereka menjanjikan dan menyakinkan profit. Awalnya kami coba, ya oke,” tutur dia.
Dia mengaku ditawari profit hingga 20 persen per bulan secara konsisten. Dan yang paling penting adalah DNA Pro menjanjikan bisa withdraw anytime atau bisa tarik dana kapan saja.
Namun, Windi melanjutkan, dia mendapatkan kabar pada Januari 2022 bahwa kantor DNA Pro ditutup dan segel oleh Kementerian Perdagangan dan Dittipideksus Bareskrim Polri. Setelah kejadian itu, Windi mengaku mulai agak sulit menghubungi pihak DNA Pro
“Kami biasanya berkomunikasi lewat leader-leader grup, atau founder grup. Komunikasi makin susah setelah disegel, lalu penarikan dana sampai saat ini enggak bergerak sama sekali, ya begitulah,” kata dia.
Belum setahun masuk ke DNA Pro, Windi mengaku sempat meraup keuntungan atau profit dari robot trading itu. Namun, dia tidak menjelaskan detail nomonal berapa yang sudah didapatkannya.
“Bahkan di Januari pun kami masih masukin dana, karena kami masih yakin banget habis ada acara dan mereka meyakinkan kami banget. Dan akhir Januari mendadak ditutup. Total itu aku dan adik sepupu Rp 25 miliar,” ujar Windi.