INFO NASIONAL - Harapan masyarakat akan kehadiran undang-undang yang mampu memberi perlindungan dari ancaman tindak kekerasan seksual menguat. Para legislator harus mampu merealisasikannya.
"Di tengah proses pembahasan RUU TPKS oleh DPR RI dan Pemerintah, mencuat keinginan publik yang menghendaki segera lahir sistem perundang-undangan yang mampu memberi perlindungan dari ancaman tindak kekerasan seksual, lewat sebuah survei yang dilakukan Februari lalu," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Senin, 4 April 2022.
Baca juga:
Hasil survei yang digelar Indikator Politik Indonesia pada 11-21 Februari 2022 menunjukkan mayoritas warga Indonesia atau sekitar 65,3 persen setuju Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) segera disahkan menjadi undang-undang.
Direktur Eksekutif Indikator, Burhanudin Muhtadi, menyebut survei ini menjadi salah satu bahan evaluasi bagi DPR. Pasalnya, dari hasil survei yang sama, diketahui bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap DPR masih rendah atau sekitar 61 persen.
Menurut Lestari, dorongan masyarakat untuk segera mendapat perlindungan dari ancaman tindak kekerasan seksual harus disikapi dengan langkah bijak lewat upaya merealisasikan undang-undang yang mampu menjawab keinginan publik itu.
Rerie, sapaan akrab Lestari berharap proses legislasi RUU TPKS yang sedang berlangsung saat ini bisa tuntas dan disahkan sebagai undang-undang pada sidang paripurna terdekat. Terlebih, pembahasan hal-hal yang substansial di tingkat Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS pekan lalu sebagian besar sudah disepakati.
Karena, ujar Rerie, proses legislasi yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat merupakan bagian dari upaya para anggota DPR untuk meningkatkan kinerjanya, yang selama ini dinilai oleh publik masih kurang maksimal.
Secara umum, menurut Rerie, penuntasan pengkajian sejumlah rancangan undang-undang yang masuk dalam Prolegnas harus memiliki perencanaan yang matang agar undang-undang yang mampu memenuhi harapan masyarakat bisa segera diwujudkan. (*)