TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pihaknya berusaha menindaklanjuti pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) di Komisi I. Menurut dia, pembahasan Undang-Undang tersebut harus selesai di komisi agar bisa dibawa ke tahap selanjutnya.
"Saya hari ini berniat dan sudah meminta kepada pimpinan Komisi I untuk memberikan info sejauh mana pembahasan di Komisi I, sehingga kami di DPR atau di pimpinan bisa arahkan tindak lanjut dari UU PDP," ujar Dasco di gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu, 23 Maret 2022.
Dasco mengatakan sudah mendapat permintaan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika agar pembahasan RUU PDP bisa segera dirampungkan. Ia mengatakan pihaknya sepakat tentang hal itu dan bakal segera melakukan follow up.
"Tentunya kami sepakat bahwa UU PDP memang mesti segera diselesaikan," ujar Dasco.
Desakan agar RUU PDP segera disahkan, sebelumnya juga datang dari Ketua SC Indonesia Fintech Society (IFSoc) Mirza Adityaswara. Menurutnya, banyak negara sudah mempunyai undang-undang data pribadi, sementara Indonesia masih belum memilikinya.
"Dibutuhkan kerangka regulasi yang kuat untuk menjamin perlindungan data pribadi, serta untuk membangun iklim kondusif pada sebuah ekosistem digital yang berbasis identitas digital," kata Mirza.
Dia mencatat, saat ini 132 dari 194 negara telah memiliki UU PDP atau 66 persen. Sedangkan 10 persen lain negaranya, termasuk Indonesia, sedang dalam proses pembahasan.
Mirza mengingatkan bahwa saat ini penggunaan electronic know your customer atau e-KYC sudah meluas dan rentan terhadap risiko keamanan siber dan pelanggaran data. KYC adalah proses untuk mengenali calon pelanggan atau nasabah yang biasanya dilakukan secara manual. Proses KYC telah diwajibkan oleh Bank Indonesia sesuai pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Pelanggan.
Proses Customer Due Diligence atau KYC perlu dilaksanakan guna mencegah dan meminimalisir risiko-risiko penipuan atau penggelapan uang.
M JULNIS FIRMANSYAH