Komisi "haram" label halal itu terungkap dalam liputan Permainan Lain Haram-Halal di Majalah Tempo edisi 4 Agustus 2014. Tempo mengutip dokumen perjanjian 7 Oktober 2011 antara Presiden IFANCA Muhammad Munir Chaudry dan Ketua MUI Amidhan Shaberah. Dalam perjanjian tersebut, IFANCA akan memberikan 40 persen fee kepada Yayasan Dana Dakwah Pembangunan MUI dari tiap label halal makanan yang dijual kepada produsen makanan dan minuman yang diekspor ke Indonesia.
Chaudry membenarkan bahwa ia telah meneken perjanjian tersebut dan angka yang mereka setujui. "Itu biaya administrasi, biasa dalam perjanjian bisnis," ujarnya. Menurut dia, tak ada orang yang tak mau dibayar untuk hal yang sudah dilakukannya. Lagipula, kata dia, fee tersebut diberikan kepada Yayasan, bukan individu pejabat MUI.
Ia menyangkal fee tersebut sebagai suap untuk mendapat legitimasi sebagai lembaga sertifikasi oleh MUI sejak 1991. Menurut laki-laki asal Pakistan itu, perusahannya tak menyogok untuk menjadi lembaga sertifikat halal. Ia menanyakan aturan soal fee sebagai suap di Amerika dan Indonesia. "Tak ada aturan yang saya langgar dengan perjanjian tersebut," katanya.
Ini berbeda dengan pernyataan Amidhan saat Tempo menurunkan laporan "Astaga Label Halal" pada Februari 2014. Menurut dia, setelah izin diberikan kepada lembaga sertifikasi, MUI tak punya hubungan lagi. Legitimasi itu juga diberikan cuma-cuma. "Masak, label halal diperjualbelikan," katanya. Amidhan menolak membicarakan lagi soal label halal yang melibatkan namanya lagi.
DEWI NURITA | MAJALAH TEMPO
Baca: Menteri Agama: Obat dan Kosmetik Wajib Punya Sertifikasi Halal Mulai Hari Ini