TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu, mengindikasi setidaknya ada tiga tindak pidana dalam kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin. “Pertama tindak pidana perampasan kemerdekaan,” ujar dia saat dihubungi Rabu, 9 Februari 2022.
Kedua, Edwin melanjutkan, dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Menurutnya, TPPO ini memiliki tiga unsur, yakni proses, cara, dan saksi, tapi dalam pembuktiannya tidak harus dibuktikan.
Misalnya, dia mencontohkan, pemilik menipu supaya orang direhabilitasi dengan alasan untuk pembinaan jadi orang baik. Namun, menyediakan tempat penyekapan, dan mengurung orang di dalamnya. “Itu semuanya ada cara kekerasan dan perampasan kemerdekaan,” katanya lagi.
Selain itu, Edwin melanjutkan, yang ketiga adalah terbuka dugaan tindak pidana penganiayaan ringan, sedang, dan berat. “Bahkan yang mengkibatkan kematian,” tutur Edwin.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga mengaku akan mendalami dugaan TPPO dalam kasus kerangkeng manusia itu. Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, mengatakan bahwa pihaknya akan meminta keterangan ahli terkait adanya unsur TPPO.
Menurut Anam, ketika pengaduan suatu kasus masuk ke Komnas HAM, salah satu yang dilakukan adalah meminta keterangan ahli untuk menguatkan dugaan tersebut. “Ini belum dilakukan. Semoga dalam minggu ini,” ujar dia saat dihubungi pada Rabu, 9 Februari 2022.
Terakhir, Komnas HAM memeriksa Terbit pada Senin, 7 Februari 2022, di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan. Hasilnya adalah Terbit mengakui mempekerjakan penghuni kerangkeng di pabrik kelapa sawit miliknya.
“Iya, yang bekerja di pabrik sawit, kami juga sudah cek pabriknya,” tutur Anam setelah pemeriksaan Senin. Anam membenarkan ketika ditanya bahwa pekerja itu di pekerjakan tanpa bayaran.
Anam juga mengatakan Komnas HAM juga masih mendalami peran Terbit dalam pengurusan kerangkeng manusia tersebut. Misalnya mengenai dugaan kekerasan yang dialami para penghuni.
Menurut Anam, Terbit mengkonfirmasi bahwa ada sejumlah penghuni yang tewas. Namun, Komnas belum bisa menyimpulkan peran Terbit dalam kekerasan yang berujung hilangnya nyawa tersebut. Hingga saat ini jumlah korban tewas diduga ada lebih dari tiga orang.