TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama menyoroti semakin tingginya kasus kematian akibat Covid-19 beberapa hari terakhir. Terutama setelah munculnya varian Omicron.
Yoga mengatakan, berdasarkan data terakhir Satgas Covid-19 pada 4 Februari 2022, sudah ada 42 orang meninggal. Naik 10 kali lipat dibandingkan 4 Januari 2022 yang sebanyak 3 orang.
"Artinya angka kematian harian sudah naik lebih dari 10 kali lipat," kata Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI ini melalui keterangan tertulis, Sabtu, 5 Februari 2022.
Meskipun kenaikan angka kematian ini tidak setinggi angka konfirmasi positif Covid-19 harian, Tjandra menekankan, kematian sangat erat kaitannya dengan hilangnya nyawa manusia.
"Wafat kan amat menyedihkan dan tidak dapat tergantikan, jadi akan baik kalau dilakukan analisa mendalam setidaknya dari dua aspek," kata Tjandra.
Dengan tingginya kasus kematian ini, Tjandra mengungkapkan, aspek pertama yang harus menjadi catatan adalah memastikan varian Covid-19 apa yang menjadi penyebab. Sebab, kata dia catatan satgas terkahir kematian akibat Omicron hanya 5 orang.
Menurut dia, jika kematian 42 orang ternyata meninggal disebabkan varian Delta, karena yang meninggal akibat Omicron tercatat lima orang, maka perlu juga digali apakah memang jumlah pasien varian Delta juga makin meningkat sehingga ada peningkatan kematian ini.
Di sisi lain, dia melanjutkan, jika kematian akibat varian Omicron, maka perlu digali kenapa varian Omicron sampai menimbulkan kenaikan kematian seperti ini. Hasil analisis tentang varian ini akan menentukan langkah pengendalian virus ke depan
"Akan dapat menjadi salah satu masukan bagi kebijakan pengendalian dan juga mitigasi kita di hari-hari mendatang, agar dapat disesuaikan dengan lebih tepat," kata dia.
Adapun aspek kedua, Tjandra mengatakan, analisis teknis klinis harus lebih dikedepankan. Ini dapat dilakukan dengan mengaudit secara mendalam penyebab kematian pasien Covid-19 terutama sejak 16 Desember 2021 ketika kasus pertama Omicron ditemukan.
Dengan cara itu, katanya, dapat dianalisis kelompok umur yang wafat, jenis kelamin dan ada tidaknya komorbid. Jika ada maka dapat diketahui jenisnya hingga status vaksinasi yang dapat digunakan. Yang juga penting menurut dia di mana tempat meninggalnya.
"Apakah di rumah sakit atau di rumah. Data yang didapat akan punya dampak klinik bagaimana penanganan pasien gawat dan juga dampak kebijakan kapan pasien harus masuk rumah sakit, atau bentuk kebijakan terkait lainnya," tutur Tjandra.