TEMPO.CO, Jakarta - Satgas Pangan Mabes Polri belum menemukan penimbunan minyak goreng oleh para pelaku usaha. Penelusuran ini dilakukan karena beradar kabar di tengah masyarakat sulitnya mendapatkan minyak goreng seharga Rp 14 ribu yang telah ditetapkan pemerintah.
"Belum ada (penimbunan). Tim kami terus bergerak di Jawa Barat, Jawa Tengah, khususnya di Jawa sudah bergerak," kata Kepala Satgas Pangan Polri Inspektur Jenderal Helmy Santika di Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Jakarta, Senin, 31 Januari 2022.
Satgas Pangan, kata Helmy, telah memetakan bahwa stok minyak goreng di Indonesia pada dasarnya cukup untuk enam bulan ke depan. Selain itu, dari hasil pengecekan di ritel modern hingga pasar tradisional, minyak goreng seharga Rp 14 sudah tersedia.
Untuk minyak goreng kemasan premium, kemasan sederhana hingga curah, menurut dia, juga sudah terjadi penyesuaian di pasar-pasar. Dengan begitu, belum ditemukan adanya permainan dalam proses distribusi atau pengadaan minyak goreng Rp 14.000 yang telah ditetapkan pemerintah sejak akhir tahun lalu.
"Dari Satgas Pangan Polri sampai ke seluruh jajaran di wilayah kita sudah beri arahan untuk dapat melakukan pengecekan ke ritel modern, kemudian ke pasar tradisional karena pemerintah sudah tetapkan harga eceran tertinggi (HET) Rp 14.000," katanya.
Menurut Helmy sulitnya ditemukan minyak goreng murah tersebut memang disebabkan tingginya permintaan masyarakat. Menurut dia, terjadi pola konsumsi ibu-ibu terhadap minyak goreng dari yang biasa membeli untuk mingguan menjadi bulanan.
"Bicara panic buying menurut saya tidak ada, hanya ibu-ibu mungkin biasa nyetok lima liter seminggu. Dia beli untuk satu bulan artinya dia beli 20 liter, itu baru satu ibu-ibu, belum tetangganya. Sementara di ritel itu stoknya sudah dibatasi misal 1 ton. Jadi kalau begitu bisa habis, begitu habis media katakan langka, padahal dibeli," tutur Helmy.
Dia mengakui saat ini memang ada dugaan para pelaku usaha menahan penjualan karena merasa rugi akibat kebijakan pemerintah tersebut. Namun, menurutnya kondisi itu tidak terjadi karena Satgas Pangan Polri sudah langsung berkomunikasi dengan para pengusaha tersebut.
"Sudah ada kebijakan pemerintah Rp 14 ribu kemudian selisihnya itu Rp 3 ribu dibayar pemerintah. Jadi tidak rugi, yang penting pelaku usaha buat catatanya istilahnya refraksi penghitungan antara harga lama dengan selisihnya. Tapi kalau dia menahan barang itu salah, kalau mau jujur sebetulnya sudah untung juga," ucap dia.
Di sisi lain, Helmy menekankan, meskipun Indonesia dikenal sebagai produsen terbesar minyak mentah kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) namun peruntukannya juga bukan seluruhnya untuk memproduksi minyak goreng, sehingga keterbatasan stok hingga mahalnya harga minyak goreng juga bisa saja terjadi.
"Masyarakat umum mungkin berpikir penghasil terbesar kok produksi sedikit, termasuk saya saat itu saya pikir full ke minyak goreng, ternyata tidak. Ada untuk mamin (makanan minuman), industri, dan sebagainya. Nah, saat ini satgas mengimbau kepada para pelaku usaha, distributor bahwa sudah ada kebijakan pemerintah Rp 14 ribu," kata dia.
Baca Juga: Polri Bentuk Tim Pemantau Kebijakan Minyak Goreng Satu Harga