TEMPO.CO, Jakarta - Para aktivis dan pegiat yang terlibat dalam perlindungan korban kekerasan seksual merespons positif atas pengesahan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sebagai beleid inisiatif Dewan.
Dengan demikian, pembahasan bakal berlanjut dengan pemerintah. Meski jalan masih panjang, mereka menyambut baik pengesahan RUU yang diketok hari ini dalam paripurna DPR, Selasa, 18 Januari 2021.
“Ini merupakan satu langkah maju proses legislasi dalam mendorong proses pembahasan RUU ini,” kata Nurhasanah dari Forum Pengada Layanan, Selasa 18 Januari 2022.
Forum Pengada Layanan adalah kumpulan lembaga yang bekerja mendampingi perempuan korban kekerasan seksual di seluruh Indonesia. Ada 115 lembaga yang tergabung dalam forum ini.
Mereka mendorong agar pembahasan antara DPR dan pemerintah selesai setidaknya Juli 2022. Proses pembahasan juga harus dilakukan terbuka dan melibatkan seluruh kelompok masyarakat mulai dari penyintas, keluarga korban, hingga lembaga pendamping korban. “Kami mengajak masyarakat untuk terus mengawal proses pembahasan hingga selesai,” kata dia.
Paripurna DPR yang mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai inisiatif DPR berlangsung sekitar tiga jam. RUU Ibu Kota Negara juga disahkan dalam paripurna tersebut.
Usai paripurna, sejumlah aktivis ini menggelar konferensi pers di gedung DPR RI. Mereka bergembira dan saling berpelukan dengan mengucapkan selamat kepada satu sama lain.
Hanya fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang menolak menyetujui RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Mereka menilai beleid ini tidak mengatur tentang zina dan gay. Sejak awal, dua hal ini memang menjadi perhatian utama partai yang identik dengan pemilih muslim ini.
“Kami menolak RUU TPKS untuk diusulkan sebagai usul DPR,” kata Kurniasih Mufidayati dari PKS. “Bukan karena kami menolak perlindungan dan keadilan bagi korban kekerasan seksual, tetapi karena RUU ini belum komprehensif membahas soal zina dan penyimpangan seksual.”
Adapun fraksi-fraksi lain menyetujuinya dengan beberapa catatan. Demokrat, misalnya, mengingkan topik pencegahan menjadi isu yang dominan dalam pembahasan. Fraksi PPP dan Gerindra juga menginginkan pidana bagi gay dan seks di luar nikah.
Menurut Forum Pengada Layanan, ada beberapa isu krusial yang harus dibahas. Antara lain, pasal tentang bentuk kekerasan seksual yang semakin dipangkas DPR yaitu perkosaan, pemaksaan aborsi, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan pemaksaan perkawinan.
Mereka juga meminta DPR dan pemerintah menghilangkan pasal asas iman, takwa dan akhlak mulia karena tidak sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam UU No.12 Tahun 2011.
INDRI MAULIDAR