TEMPO.CO, Jakarta - Sudah hampir sepekan dua anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejak Senin, 10 Januari 2022. Pelaksana tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menjelaskan bahwa saat ini laporan tersebut masih dianalisis verifikasi.
Pelaporan itu dilayangkan oleh aktivis 98, Ubedilah Badrun, perihal dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang lewat bisnisnya yang mempunyai relasi dengan perusahaan pembakar hutan. “Tentu semuanya membutuhkan waktu dan proses,” ujar Ali saat dihubungi Ahad pagi, 16 Januari 2022.
Menurut Ali, KPK akan menindaklanjuti setiap laporan masyarakat tersebut, tentu lebih dulu melalui proses verifikasi terhadap data laporan. Langkah ini, kata dia, dilakukan untuk menghadirkan rekomendasi, apakah aduan itu layak untuk ditindaklanjuti dengan proses telaah atau diarsipkan.
Ali menjelaskan bahwa proses verifikasi dan telaah penting sebagai pintu awal apakah pokok aduan tersebut, sesuai UU yang berlaku atau tidak. “Termasuk ranah tindak pidana korupsi dan menjadi kewenangan KPK atau tidak,” tutur Ali.
KPK juga secara proaktif akan menelusuri dan melakukan pengumpulan berbagai keterangan dan informasi tambahan untuk melengkapi aduan yang dilaporan. “Jika aduan itu menjadi kewenangan KPK tentu akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” katanya lagi.
Alasan Pelaporan Gibran dan Kaesang
Sementara itu, Ubedilah mengatakan, pelaporan itu muncul bermula pada 2015 ketika ada perusahaan, yaitu PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) senilai Rp 7,9 triliun. Namun dalam perkembangannya, Mahkamah Agung hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp 78 miliar.
"Itu terjadi pada Februari 2019 setelah anak Presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," ujar Ubedilah.
Ia mengatakan dugaan KKN tersebut terjadi berkaitan dengan adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura, yang jelas dan bisa dibaca oleh publik. Alasannya tidak mungkin perusahaan baru anak Presiden mendapat suntikan dana penyertaan modal dari sebuah perusahaan ventura.
"Setelah itu, anak Presiden membeli saham di sebuah perusahaan dengan angka yang juga cukup fantastis Rp 92 miliar, dan itu bagi kami tanda tanya besar," ujar Ubedilah Badrun.
Dosen Universitas Negeri Jakarta itu juga mempertanyakan, apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dapat dengan mudah mendapatkan penyertaan modal. “Apalagi angkanya cukup fantastis, dari mana kalau bukan karena anak Presiden.”
Sementara itu, lewat surat yang dikirimkan oleh tim kuasa hukum yaitu Juniver Girsang dan Partners pada Kamis, 20 Januari 2022, Chandra Tjan dan Alpha JWC Ventures membantah laporan Ubedillah Badrun.
Dalam hak jawabnya, Juniver menyebut tidak benar pada 2019 Chandraj Tjan menjabat sebagai Managing Partner di East Ventures. Chandra Tjan mendirikan dan memimpin East Ventures sejak 2009 sampai 2015.
Baca selengkapnya hak jawab dari Chandra Tjan dan Aplha JWA
Catatan redaksi: Berita ini telah diberi tambahan hak jawab dari Chandra Tjan dan Alpha JWA pada Kamis, 20 Januari 2022 pukul 13.39 WIB.