TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung resmi menaikkan kasus dugaan pelanggaran hukum dalam pengelolaan satelit untuk slot orbit 123 Bujur Timur di Kementerian Pertahanan pada 2015 ke tingkat penyidikan. Sejumlah pihak telah diperiksa terkait kasus ini.
"Kemarin telah kami lakukan ekspos dan peserta ekspose sependapat bahwa alat bukti sudah cukup kuat dilakukan penyidikan, sehingga surat perintah penyidikan diterbitkan 14 Januari," kata Jaksa Muda Pidana Khusus Febrie Adriansyah, dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat, 14 Januari 2022.
Febrie mengatakan penyelidikan sebelumnya sudah dilakukan selama 1 pekan. Di sana, tim telah memeriksa beberapa pihak, mulai dari swasta atau rekanan pelaksana maupun beberapa orang di Kementerian Pertahanan. Jumlah yang diperiksa 11 orang.
Dalam penyelidikan, ia mengatakan, jaksa juga melakukan koordinasi dan diskusi yang dapat menguatkan dalam mencari alat bukti. Salah satunya auditor di BPKP.
"Kami dapat masukan dan laporan hasil audit BPKP. Didukung dokumen lain untuk jadi alat bukti seperti kontrak dalam pelaksanaan kontrak ini," kata Febrie.
Febrie mengatakan dari hasil penyelidikan, jaksa menemukan adanya perbuatan melawan hukum dalam proses pengelolaan orbit 123 Bujur Timur. Salah satunya bahwa proyek ini dinilai tak direncanakan dengan baik.
Pertama, kontrak dengan Avanti, perusahaan penyewaan satelit sementara pengisi orbit (floater), dilakukan padahal anggarannya tak tersedia dalam DIPA Kemenhan.
"Seharusnya saat itu kita tak perlu melakukan penyewaan tersebut karena di ketentuannya saat satelit lama tak berfungsi masih ada waktu 3 tahun masih bisa digunakan. Tapi dilakukan penyewaan. Di sini kami melihat ada perbuatan melawan hukum," kata Febrie.
Selain itu, satelit yang disewa juga tak dapat berfungsi dan spesifikasinya tak sama.
"Jadi indikasi kerugian negara yang kami temukan hasil dari diskusi dengan auditor, uang keluar sesudah keluar adalah Rp 500 miliar lebih. Dan ada potensi kerugian US$ 20 juta karena kita sedang digugat," kata Febrie.