TEMPO.CO, Lumajang - Mata Suwaji sesekali terpaku memandang sejumlah alat berat yang tengah beroperasi meratakan lahan hutan di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Sabtu, 8 Januari 2022. Lahan itu akan digunakan untuk ribuan hunian sementara korban bencana erupsi Semeru berupa awan panas guguran yang terjadi pada 4 Desember 2021 lalu.
Lahan tersebut merupakan lahan milik Perhutani yang ditanami cengkeh dan di bawah tegakannya dimanfaatkan masyarakat desa setempat untuk ditanami tanaman sayur serta pakan hijau ternak.
Suwaji, warga Dusun Umbulrejo, Desa Sumbermujur, ini belum lupa bagaimana dia diperintahkan untuk membongkar tanaman cabai dan tomat di atas lahan seluas tak kurang dari seperempat hektare yang telah bertahun-tahun dia garap. "Saat sedang pengajian yasinan, kami diberi undangan untuk datang ke pertemuan di gedung SD," kata Suwaji saat berbincang dengan Tempo di teras depan rumah saudaranya di Dusun Umbulrejo, Desa Sumbermujur, Sabtu 8 Januari 2022.
Belasan tahun dia menjadi pesanggem atau petani penggarap di atas lahan badan usaha milik negara (BUMN) ini. Dan sehari-harinya, dia menggarap lahan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dan saat ini, lebih dari dua pekan terakhir ini, dia harus menghadapi situasi dan kondisi yang berubah setelah lahan garapannya tergusur untuk pendirian hunian sementara warga relokasi bencana erupsi Gunung Semeru.
Dan dua pekan lebih terakhir ini dia tak lagi melakukan aktivitas hariannya tersebut. Beberapa saudaranya juga menjadi pesanggem dan mengalami nasib serupa dengannya.
"Kami harus kehilangan lahan garapan kami," ujar Suwaji.
Sebenarnya dia tidak menyesalkan menjadi pesanggem yang tergusur dari lahan garapannya. "Itu memang bukan lahan milik kami tapi lahan milik negara. Tetapi tanamannya kan, kami yang menanam," kata Suwaji menambahkan.
Sebenarnya, kalau boleh dan bisa menentukan pilihan, dia berharap satu atau dua bulan lagi meninggalkan lahan garapannya itu menunggu hingga masa panen. "Tanaman cabai sebentar lagi panen, buahnya bagus-bagus. Sementara tomat tengah berbunga. Insya Allah hasilnya bagus," kata Suwaji.
Namun, dia tidak memiliki hak untuk menentukan pilihan selain harus membongkar tanaman dan memberesinya demi lahan relokasi korban erupsi Semeru itu. Sebagai gantinya, dia dijanjikan mendapat lahan garapan baru. "Kami dijanjikan lahan garapan tapi agak jauh, sekitar tiga sampai empat kilometer agak masuk ke hutan. Besok (Ahad), kami melihat lahan tersebut," kata Suwaji menambahkan.
Kepala Desa Sumbermujur, Yayuk Sri Rahayu tidak banyak memberikan tanggapannya saat dikonfirmasi via pesan WhatsApp terkait nasib ratusan pesanggem yang tergusur dari lahan garapannya di hutan milih Perhutani di Desa Sumbermujur itu. "Sudah ada lahan pengganti dan ada kompensasi dari Perhutani per penggarap Insya Allah sebesar Rp 1 Juta," kata Yayuk, Sabtu, 8 Januari 2022.
Sementara itu, Bupati Lumajang, Thoriqul Haq Lokasi mengatakan relokasi di Desa Sumbermujur ini atas rekomendasi Badan Geologi. "Badan geologi merekomendasikan di Sumbermujur. Begitu Badan Geologi merekomendasikan, serta peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) yang baru dikeluarkan, maka itulah pilihan kami," ujar Thoriqul Haq
Informasi yang diperoleh, ada 240 pesanggem yang menggarap lahan milik Perhutani itu. Bupati Lumajang, Thoriqul Haq menyebutkan sendiri jumlah pesanggem tersebut dalam forum rapat koordinasi percepatan pembangunan hunian sementara dengan perwakilan relawan dan donatur dari lembaga non pemerintahan secara langsung dan virtual di Hall RM Pondok Asri Lumajang, Kamis, 6 Januari 2022.
Untuk menyelesaikan satu tempat relokasi, kata dia, tidaklah sederhana. "Saya harus berbincang dengan penggarap 240 orang, bersama Kapolres, Dandim. Mereka hanya minta lahan garapan pengganti, dan saya sampaikan ke Perhutani, dan disediakan lahannya dengan komitmen pohon utama tidak ditebang. Clear selesai," kata Thoriqul dalam rapat koordinasi tersebut.
DAVID PRIYASIDHARTA