TEMPO.CO, Jakarta - Dua perusahaan di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT), masuk dalam daftar 106 perusahaan pemegang izin konsesi kehutanan yang dievaluasi. Kedua perusahaan tersebut adalah PT Komodo Wildlife Ecoutourism dan PT Segara Komodo Lestari.
Peneliti Sunspirit for Justice and Peace, lembaga advokasi hak masyarakat yang berbasis di Labuan Bajo, NTT, Venansius Haryanto mengatakan keputusan untuk mengevaluasi dua perusahaan tersebut merupakan kabar baik. "Kami berharap semoga ini tidak sebatas dievaluasi, tetapi mesti dicabut dan selanjutnya tidak boleh ada lagi perusahaan yang masuk ke kawasan taman nasional," kata dia, Jumat, 7 Januari 2022.
Baca Juga:
Ia juga berharap alasan evaluasi dua perusahaan tersebut tidak semata-mata bersifat administrasi. "Seperti aktivitas perusahaan yang belum mulai membangun, tidak aktif, tidak membuat rencana kerja, dan ditelantarkan," kata dia. Menurut Venan, alasan-alasan evaluasi harus lebih dari itu, yakni sebagai bagian dari komitmen pemerintah terhadap masa depan konservasi komodo dan pariwisata yang sungguh-sungguh berkelanjutan.
PT Komodo Wildlife Ecoutourism adalah perusahaan yang mendapatkan konsesi kehutanan seluas 426,07 hektar di Pulau Padar berdasarkan SK Kemenhut No. 796/Menhut/II/2013. Sementara itu, PT Segara Komodo Lestari mendapatkan izin seluas 22,10 hektar di Loh Buaya, Pulau Rinca, berdasarkan SK Kemenhut No. 5.557/Menhut/II/2013 yang ditetapkan pada 9 September 2013.
Adapun keputusan pengevaluasian tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022, tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan. Keputusan Menteri ini ditetapkan pada 5 Januari 2022 dan diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada Kamis, 6 Januari 2022. Jokowi mengatakan pembenahan dan penertiban izin tersebut dalam rangka perbaikan tata kelola pemberian izin.
Sebanyak 2.078 izin pertambangan minerba, 192 izin di sektor kehutanan dengan luas total mencapai 3,1 juta hektar, dan HGU seluas 34 ribu hektar dicabut. "Izin yang tidak dijalankan, yang tidak produktif, yang dialihkan ke pihak lain, serta tidak sesuai dengan peruntukan, kita cabut," kata Jokowi. Ia juga mengatakan akan memberikan kesempatan pemerataan pemanfaatan aset bagi kelompok masyarakat dan organisasi sosial kemasyarakatan.