INFO NASIONAL-Sejumlah dampak positif di bidang ekonomi akan didapatkan Indonesia dengan menjadi Presidensi Negara-negara G-20 pada 2022 mendatang. Di antaranya akan meningkatkan konsumsi domestik sebesar Rp1,7 triliun, menambah PDB nasional sebesar Rp 7,4 tirliun, pelibatan UMKM dan menambah penyerapan tenaga kerja.
“Kita berharap manfaatnya akan lebih tinggi dibanding saat Indonesia menjadi tuan rumah Annual Meeting IMF dan World Bank tahun 2018, hingga mencapai dua kalinya,” ujar Menteri Koordinator Bidabng Perekonomian Airlangga Hartarto ketika menyampaikan keynote speechTempo Economic Briefing 2022, di Jakarta, Selasa, 14 Desember 2021.
Arilangga menjelaskan, selama kepemimpinan Indonesia pada 2022, akan ada 150 pertemuan atau even. Kunjungan ribuan delegasi asing ini tentunya akan meningkatkan pemasukan devisa, mendorong roda perekonomian, terutama sektor transportasi, akomodasi dan pariwisata.
“Dalam pertemuan Sherpa (pertemuan pertama G-20, 7-8 Desember 2021) dengan mekanisme bubble yang dilakukan, Indonesia mendapatkan apresiasi karena lebih dari 500 delegasi, semuanya kembali secara aman ke negara masing-masing, dan tidak ada yang terpapar Covid-19. Kita memberikan kesempatan kepada UMKM untuk melakukan pameran, meskipun secara bubble, para delegasi juga sempat membeli oleh-oleh,” kata Airlangga.
Airlangga optimistis posisi Indonesia sebagai Presidensi G-20 akan meningkatkan kepercayaan internasional, khususnya dari para investor asing, peluang untuk mempromosikan budaya, iklim usaha dan pariwisata Indonesia, serta mitigasi tantangan pandemi Covid-19 melalui kerjasama ketersediaan vaksin, terbukanya akses vaksin dan kemitraan produksi vaksin.
Namun, menurut Airlangga, posisi Indonesia sebagai Presidensi G-20 juga menghadapai sejumlah tantangan. Terutama terkait semakin memanasnya ketegangan di kawasan Indo-Pasifik.“Ini akan dieskalasi oleh AUKUS, kerjasama Inggris, Australia dan Amerika Serikat dalam pengembangan kapal selam nuklir,” ujarnya.
Menurutnya, Indonesia sebagai salah satu pimpinan Asean dan akan menjadi pemimpin Asean pada 2023 dan Presidensi G-20 2022, dituntut kemampuannya untuk mendinginkan temperatur ketegangan yang meningkat. “Ini ketidakpastian politik global yang episentrumnya masuk ke wilayah Indo-Pasifik,” ujarnya.
Secara domestik, menurut Airlangga, ekonomi Indonesia masih menghadapi risiko kasus Covid-19, penyebaran varian baru, kenaikan harga komoditas, inflasi, krisis energi, perubahan iklim dan disrupsi rantai pasok.
Namun di tengah meningkatknya kembali kasus Covid-19 global, kasus Covid-19 di Indonesia terus menurun, melewati puncak gelombang kedua pada Juli 2021. “Tentunya ini tidak membuat kta lupa diri ataupun jumawa. Kita tetap harus waspada terhadap varian baru Omicron,” kata Airlangga dalam acara yang ditayangkan di saluran teresterial TV Tempo, Facebook Tempo Media dan Youtube Tempodotco.
Menurut Menko Perekonomian, kinerja perekonomian Indonesia juga sudah berada di jalur positif dengan sektor yang tumbuh tinggi, antara lain perdagangan, infokom, kesehatan dan pertambangan. “Kita juga punya resiliensi, di mana selama masa pandemi performance-nya tetap baik, yakni sektor pertanan, industri, utilitas air, juga sektor properti. Sektor properti dan dan industri naik ditunjang oleh kebijakan pemerintah, yaitu intervensi PPN BM, dan PPN properti yang ditanggung pemerintah,” ujar Airlangga.
Menteri Keuangan Sri Mulyani yang juga menyampaikan keynote speech dalam acara ini menyatakan pemerintah akan terus bekerja dalam mengendalikan Covid-19 dan pemulihan perekonomian.
“Setelah varian delta bisa terkendali dalam waktu yang cukup cepat dan singkat, kita melihat bahwa aktivitas ekonomi kembali berdegup cukup luar biasa. Pada kuartal empat ini kita melihat perkembangan-perkembangan positif, termasuk kegiatan di sektor manufaktur yang meningkat hingga 53,9 dari index PMI manufakturnya. Kita juga melihat ekspor yang mengalami ekspansi, masih di atas 50 persen,” katanya.
Menurutnya, pemerintah akan tetap menggunakan instrument APBN, kebijakan fiskal bersama dengan instrumen moneter Bank Indonesia untuk mengawal pemulihan ekonomi. “Pemulihan ekonomi tidak berjalan secara linear dan mulus. Pasti akan ada jalan-jalan yang terjal dan berkelokok-kelok. Kami harus terus responsif, dan waspada,” ujarnya. (*)