TEMPO.CO, Jakarta - Dua berita yang menjadi perhatian pembaca di antaranya Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar bertemu KSAD Jenderal Dudung Abdurachman membahas pentingnya persatuan nasional dengan cara merawat kebhinekaan sekaligus menjunjung tinggi prinsip musyawarah, kolektivitas dan gotong-royong royong. Kemudian, Polri menyatakan tak khawatir keberadaan Korps Pemberantasan Korupsi (Kortas) akan mengakibatkan tumpang tindih wewenang dalam pemberantasan korupsi. Berikut ringkasannya:
1. Pesan Ketum PP Muhammadiyah ke KSAD Dudung
Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Dudung Abdurachman sowan kepada Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir di Gedung PP Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu, 11 Desember 2021.
Bersama Dudung, Haedar membahas pentingnya persatuan nasional dengan cara merawat kebhinekaan sekaligus menjunjung tinggi prinsip musyawarah, kolektivitas dan gotong-royong royong. Haedar mengingatkan, persatuan menjadi hal yang mutlak bagi masa depan Indonesia.
"Jangan sampai bangsa Indonesia pecah karena perbedaan-perbedaan yang tidak bisa kita dialog kan, tidak bisa kita cari titik temunya dan tentu karena perbedaan-perbedaan yang membuat kita makin menjauh satu sama lain," ujar Haedar dikutip dari keterangannya di laman resmi Muhammadiyah, Ahad, 12 Desember 2021.
Dalam kesempatan itu, Haedar mengungkapkan bahwa Muhammadiyah dan TNI memiliki kesamaan pandangan bahwa kehidupan kebangsaan harus berpijak pada tiga nilai, yaitu; pancasila, agama, dan kebudayaan luhur bangsa.
Seluruh agama di Indonesia, menurut Haedar, telah melewati berbagai proses panjang hingga menyatu dalam identitas ke-Indonesiaan.
Sementara itu, unsur kebudayaan luhur bangsa telah membentuk identitas nasional seperti sifat kebersamaan, gotong royong, dan keramahan bangsa Indonesia yang menjadi patokan bagi bangsa Indonesia dalam bersentuhan dengan kebudayaan asing.
“Sehingga kita bisa belajar dari kebudayaan lain baik di Timur Tengah, di Asia, di Barat, tetapi semuanya juga harus tetap kita seleksi mana yang baik dan mana yang tidak pas dengan kebudayaan luhur bangsa. Nilai-nilai yang tidak sejalan dengan kebudayaan luhur bangsa, tentu jangan menjadi pola hidup bangsa Indonesia,” kata Haedar.
Dengan nilai agama, Pancasila, dan nilai luhur kebudayaan bangsa ini, Haedar meyakini Indonesia akan semakin cerdas, dewasa, dan memiliki moralitas dan kepribadian yang luhur dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Alhamdulillah Pak KSAD juga memiliki pandangan yang sama tentang nilai-nilai luhur dalam kehidupan bangsa Indonesia tersebut," tutur Haedar Nashir.
Haedar menyebut Muhammadiyah dengan TNI selalu menjalin hubungan yang baik sebagaimana dengan Polri dan institusi pemerintah lain, karena punya sejarah yang panjang di mana Jenderal Sudirman sebagai kader dan tokoh Muhammadiyah menjadi panglima besar TNI pertama, sehingga nilai-nilai keprajuritan, perjuangan dan kepahlawanan melekat dalam Muhammadiyah.
"Begitu juga dalam TNI ada jiwa, nilai-nilai agama dan perjuangan sebagaimana tokoh-tokoh Muhammadiyah melakukannya dan pergerakan Muhammadiyah selalu bersama bangsa dan negara,” ujar Haedar.
Dalam pertemuan tersebut, Haedar ditemani oleh Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Agung Danarto. Sementara itu Jenderal Dudung Abdurachman ditemani oleh Panglima Komando Daerah Militer (PANGDAM) IV/Diponegoro, Mayor Jenderal TNI Rudianto bersama jajaran.
2. Polri Menyebut Kortas Akan Seiring dengan KPK dan Kejaksaan
Polri menyatakan tak khawatir keberadaan Korps Pemberantasan Korupsi (Kortas) akan mengakibatkan tumpang tindih wewenang dalam pemberantasan korupsi. Selama ini, fungsi ini juga dipegang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan.
"Tidak ada pembagian tugas lagi, karena masing-masing instansi melaksanakan amanah undang-undang," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono saat dihubungi, Ahad, 12 Desember 2021.
Kamis 9 Desember 2021 lalu, Polri melantik 44 eks pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) di Mabes Polri. Termasuk di antaranya beberapa eks penyidik senior seperti Novel Baswedan.
"Pembentukan Kortas Tipikor Polri, salah satu tujuannya meningkatkan kualitas penanganan tindak pidana korupsi di Tanah Air yang selama ini telah dilakukan oleh Polri," kata Rusdi.
Meski begitu, hingga saat ini, masih belum pasti di mana para eks penyidik KPK itu akan ditugaskan di dalam Kortas Tipikor Polri. Menurut Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, sebagian besar dari mereka akan ditempatkan di direktorat pencegahan.
Eks pegawai KPK itu adalah bagian dari 75 eks pegawai KPK yang dinyatakan tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK). Meski proses TWK dinilai kontroversial dan mendapat banyak kecaman, namun KPK pada akhirnya tetap memecat mereka dengan hormat.
Baca: Marak Kekerasan Seksual, Wakil Ketua MPR Harap Pembahasan RUU TPKS Dipercepat