TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto mengatakan bahwa Kekerasan Berbasis Gender Online dapat membuat perempuan sebagai korban mengalami kerugian psikis hingga materiil.
"Ada korban yang harus membayar puluhan juta agar foto pribadinya tidak disebar. Jadi KBGO merupakan kekerasan nyata yang bisa merugikan psikologis dan materiil korban," kata Damar dalam Catatan Tahunan LBH Apik Jakarta yang dipantau di Jakarta, Jumat 10 Desember 2021.
Kekerasan terhadap perempuan di dunia maya yang paling dilaporkan kepada LBH Apik Jakarta sepanjang 1 November 2020 sampai 30 Oktober 2021 dengan total 489 kasus. Namun dari jumlah tersebut hanya 25 kasus yang dilaporkan kepada polisi dan 2 kasus yang diproses ke pengadilan.
"Belum efektifnya perlindungan terhadap KBGO tidak bisa dipisahkan dai fakta bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah masalah hukum yang paling sering terabaikan," katanya.
Untuk itu, KBGO harus dianggap sama berbahaya dengan tindak kekerasan berbasis gender lain. Kalau KBGO dibiarkan terus terjadi, Damar khawatir lama-kelamaan akan terbentuk anggapan sebaiknya perempuan tidak banyak berekspresi di media sosial.
"Sama saja kita mengurung perempuan di rumah dan tidak memperbolehkan mereka bersosialisasi karena kita takut mereka dapat kekerasan fisik. Jadi kita harus mengakui bahwa Indonesia darurat KBGO," katanya.
Di samping itu, menurutnya, dibutuhkan upaya kolektif sampai ke tingkat internasional untuk memastikan korporasi media sosial dan pemerintah turut mengeliminasi KBGO. Di samping itu payung hukum yang melindungi korban seperti Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) perlu segera disahkan.
Baca: Badan Legislasi DPR Setujui Rumusan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual