TEMPO.CO, Bandung - Kementerian Agama (Kemenag) memindahkan seluruh santriwati dari pesantren Tahfidz Madani lokasi kasus asusila guru HW (36) terhadap 12 muridnya. Kepala Kemenag Kota Bandung Tedi Ahmad Junaedi mengatakan pemindahan itu dilakukan guna memberi perlindungan baik secara fisik maupun secara psikologis kepada para santri. Total sebanyak 35 orang santriwati yang terdaftar telah difasilitasi.
"Kita rapat dengan provinsi dan seluruh pokja PKPPS berkoordinasi siapa yang akan menampung 35 anak. Walaupun keputusannya tetap itu tergantung kepada anak. Sebagian besar anak mau ke sekolah formal," kata Tedi.
Ia mengungkapkan, saat rapat dengan DP3A Jawa Barat dan Polda Jabar, Kemenag ikut melaksanakan pendampingan terhadap kasus tersebut secara proporsional.
"Kasus kriminalnya ditangani oleh Polda Jabar, psikologi anak oleh Dinas DP3A, dan Kemenag membina dan menangani kelembagaan serta kelanjutan pendidikan anak-anak tersebut," kata dia.
Saat ini, lanjut Tedi, pihaknya tengah berkoordinasi bersama pihak kepolisian untuk bisa mengakses ke bangunan sekolah yang sudah disegel, yakni untuk mengambil sejumlah kelengkapan administrasi peserta didik.
Baca Juga:
"Dari aduan orang tua, masih ada 16 anak yang belum punya ijazah setara paket B dan C. Padahal telah lulus sejak 2019 dan 2020 tapi belum diberikan. Kita terus berkoordinasi dengan kepolisian karena bangunannya sudah diamankan," katanya.
Adapun kasus itu mulai terungkap sejak adanya laporan sekitar bulan Mei 2021 ke Polda Jawa Barat. Setelah itu, laporan tersebut ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan penyidikan hingga berkas perkara lengkap dan dilimpahkan ke kejaksaan.
Dari kasus tersebut, diketahui HW melakukan pemerkosaan kepada 12 orang santriwati. Dari aksi tidak terpuji itu, para santri mengalami kehamilan hingga melahirkan beberapa orang anak.