INFO NASIONAL – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih mengatakan, Indonesia jangan tabu terhadap impor, dengan catatan kebijakan teersebut untuk memenuhi kebutuhan rantai produksi. Menurut pria yang karib disapa Demer tersebut, ada dua hal yang melandasi kebijakan impor baja. Pertama isu pasokan dan kedua isu keberpihakan pemerintah.
Menurut Demer, isu pasokan terkait investasi Blast Furnace di Krakatau Steel yang gagal berproduksi. Hal ini menyebabkan kurangnya suplai pasok baja dalam negeri. Karena kondisi tersebut, impor baja adalah salah satu jalan tidak terhentinya rantai produksi industri hilir seperti otomotif, alat rumah tangga, konstruksi dan Industri turunan baja lainnya.
Baca Juga:
Dilihat dari keberpihakan pemerintah, kebijakan impor baja untuk memastikan ketersediaan pasokan mengikuti naiknya permintaan di dalam negeri seiring pemulihan ekonomi secara nasional.
Sebagai informasi, kapasitas produksi baja nasional masih lebih rendah ketimbang kapasitas sektor industri penggunanya. Namun, Komisi VI DPR tetap akan menggunakan fungsi pengawasan untuk memastikan agar produksi baja nasional dilindungi dan diutamakan penyerapannya terlebih dahulu. Jadi, anggapan serbuan impor baja yang membangkrutkan industri baja nasional dianggap tidak tepat.
Pernyataan Wakil Ketua Komisi VI ini merrespon pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir usai Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI Kamis 2 Desember 2021 di beberapa media. Erick mengatakan Krakatau Steel akan bangkrut pada 31 Desember 2021 jika tidak melakukan sejumlah langkah-langkah yang disampaikannya. Pernyataan tersebut mengundang banyak reaksi dan berdampak buruk terhadap harga saham KRAS. Dua hari berturut-turut pada 6-7 Desember 2021 harga saham KRAS anjlok 12,92 persen.
Menteri BUMN Erick Thohir berjanji akan menindaklanjuti secara hukum jika ada indikasi korupsi di Krakatau Steel. “Komisi VI akan terus memberikan dukungan politik untuk mewujudkan kemandirian industri baja nasional dan sisi lain terus berupaya memastikan pasokan kebutuhan baja untuk industri nasional agar tetap tersedia. Namun jangan politisasi isu impor baja yang justeru berdampak negatif terhadap industri dan perekonomian nasional," kata Demer.
Sebelumnya, Gabungan Importir Nasional (GINSI) menyatakan, pasokan komoditi produk besi, baja dan turunannya (BjLAS) dari China di awal tahun hingga medio 2020 terhenti, akibat pandemi Covid-19. BjLAS banyak digunakan sebagai bahan baku rangka atap baja ringan dan genteng metal, disamping juga digunakan untuk sektir otomotif dan elektronik. Dampaknya, kebutuhan baja nasional dari China sepanjang tahun lalu menurun drastis dan pasokan hanya berasal dari Vietnam, Korea, dan Jepang.
Namun, seiring mulai membaiknya perekonomian global termasuk di dalam negeri dengan tetap berjalannya aktivitas infrastruktur di berbagai wilayah, GINSI mencatat importasi produk BjLAS karbon pada periode Januari-Maret 2021 justru meningkat 180 persen yakni dari 28.696 ton menjadi 80.371 ton jika periode yang sama 2020. jika menggunakan benchmark 2019 (kondisi normal), impor BjLAS paduan Januari-Maret 2021 justru menurun 47 persen (dari 167.501 ton menjadi 89.076 ton) dibanding Januari-Maret 2019.(*)