TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Seknas Forum Pengada Layanan bagi Perempuan Korban Kekerasan, Venny Siregar, menyebut kasus bunuh diri mahasiswi di Mojokerto seharusnya menjadi momentum untuk segera mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Menurut dia, RUU TPKS ini dapat menjadi jaminan perlindungan hukum bagi para korban kekerasan seksual.
“Tindakan bunuh diri korban NWR sejatinya timbul akibat rasa keputusasaan dari tidak adanya kepastian hukum bagi korban kekerasan seksual,” ujar Venny saat dihubungi pada Selasa 7 Desember 2021.
Venny menilai selain urgensi percepatan pengesahan RUU TPKS, perbaikan substansi dalam RUU TPKS juga menjadi hal yang perlu dilakukan. Misalnya, poin aborsi yang sejak awal ada dalam RUU tersebut, kini dihilangkan lantaran beberapa fraksi di DPR menganggap dapat terjadi potensi melegalkan hubungan pra-nikah. Padahal, menurutnya, alasan tersebut tidak masuk akal.
“Soal hubungan zina itu bukan ranahnya RUU TPKS. Justru dalam beberapa kondisi, poin aborsi dapat memperkuat UU Kesehatan,” kata dia.
Tragedi bunuh diri yang menimpa NWR (23), mahasiswi di Mojokerto, terjadi akibat depresi setelah beberapa kali mengalami kekerasan seksual dari pacarnya yang merupakan anggota kepolisian, R(21). Selain mengalami eksploitasi seksual dari pacarnya, korban juga beberapa kali disuruh melakukan aborsi dengan diiming-imingi akan dinikahi pelaku.
Selain adanya kepastian hukum, dukungan moril juga penting bagi para korban. Venny menyebut peran orang di sekitar korban, termasuk keluarga dan lembaga bantuan terkait, diharapkan mampu mengurangi beban depresi yang diderita para korban kekerasan seksual.
MIRZA BAGASKARA