TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Geologi Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral Eko Budi Lelono menduga curah hujan menjadi penyebab erupsi Gunung Semeru pada Sabtu sore, 4 Desember 2021. Dia mengatakan curah hujan yang tinggi belakangan ini membuat endapan lava menjadi tidak stabil, sehingga menyebabkan guguran awan panas.
“Kelihatannya ada faktor dari luar, terkait ketidakstabilan endapan atau lidah lava yang mungkin disebabkan curah hujan tinggi, sehingga memicu lava yang ada di sana erupsi atau terjadi guguran awan panas,” kata Eko dalam konferensi pers di YouTube BNPB, Sabtu, 4 Desember 2021.
Eko mengatakan dugaan itu menguat karena pos pemantauan tidak mendeteksi adanya aktivitas kegempaan pada 1 sampai 3 Desember 2021. Dia mengatakan meningkatnya aktivitas kegempaan di gunung menandai adanya penambahan volume lava ke permukaan yang bisa menyebabkan erupsi.
“Kalau dari sisi kegempaan rendah, artinya tidak berhubungan dengan peningkatan batuan ke arah permukaan,” kata dia.
Eko mengatakan Badan Geologi masih akan terus memantau aktivitas Gunung Semeru. Saat ini, status Gunung Semeru masih berstatus Waspada. Dia mengatakan pihaknya akan terus menyampaikan aktivitas Gunung Semeru kepada pemerintah pusat dan badan penanggulangan bencana untuk mengatisipasi letusan susulan.
Gunung Semeru memuntahkan awan panas pada Sabtu, 4 Desember 2021 sekitar pukul 15.00 WIB. Hingga pukul 17.20 WIB, BNPB menyatakan belum menerima laporan korban jiwa dan masih mendata dampak letusan itu kepada masyarakat.
Baca: Hujan Abu Vulkanik Gunung Semeru Dirasakan hingga Kabupaten Malang