TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri mengaku tidak bisa berkomentar ihwal pemberitaan yang menyebutkan adanya protes dari pemerintah Cina kepada pemerintah Indonesia. Protes itu terkait dengan permintaan Cina agar Indonesia menghentikan pengeboran minyak dan gas alam di Laut Natuna Utara yang diklaim Cina masih masuk sebagai bagian wilayah mereka.
Juru nicara Kemenlu Teuku Faizasyah mengatakan dirinya tidak bisa mengomentari pemberitaan yang menyebutkan hal protes itu. “Karena saya tidak ada cukup informasi rujukan dokumen atau informasi pemberi berita,” kata dia saat dikonfirmasi Tempo, Kamis, 2 Desember 2021.
Teuku Faizasyah menyatakan komunikasi diplomatik bersifat tertutup. Ihwal pengeboran, ia menjelaskan secara faktual proses pengeboran minyak sudah selesai yang dengan sendirinya merupakan perwujudan kedaulatan Indonesia di wilayah itu. Apalagi, pengeboran dilakukan masih di dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan, mengatakan salah satu surat dari diplomat Cina kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia dengan jelas mengatakan kepada Indonesia untuk menghentikan pengeboran minyak di rig lepas pantai sementara. Alasannya karena kegiatan itu terjadi di wilayah Cina.
“Jawaban kami sangat tegas, bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami," kata Farhan kepada Reuters, dikutip 2 Desember 2021.
Reuters melaporkan pemerintah Cina meminta Indonesia untuk menghentikan pengeboran minyak dan gas alam di Laut Natuna Utara. Cina mengklaim bagian area itu masuk dalam wilayah Sembilan Garis Putus-putus atau Nine Dash Line di Laut Cina Selatan awal tahun ini. Permintaan Cina belum pernah terjadi sebelumnya dan pemerintah Indonesia tampaknya sengaja tidak mempublikasikannya ke media karena melihat Cina sebagai mitra dagang terbesar RI.
Baca juga: Cina Minta RI Hentikan Pengeboran Migas di Laut Natuna dan Protes Garuda Shield
REUTERS | EKA YUDHA SAPUTRA | DIKO OKTARA