TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI pada masa reformasi dipilih oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Demikian pula Panglima ABRI pada masa Orde Baru menjadi kewenangan penuh Presiden Soeharto.
Hal yang sama berlaku pada periode Presiden Soekarno yang bisa dengan leluasa mengganti dan menaikkan seseorang menjadi panglima atau kepala staf angkatan bersenjata.
Tetapi, dalam sejarah untuk pertama kali dan satu-satunya, Jenderal Soedirman selaku Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia pertama, dipilih secara demokratis oleh para panglima divisi dan komandan resimen
Taufik Adi Susilo dalam bukunya berjudul “Soedirman: Biografi Singkat 1916-1950, menulis bahwa jika pemilihan jabatan Panglima Besar pada waktu itu diserahkan kepada Presiden Soekarno, maka besar kemungkinan Soedirman tidak terpilih.
Apalagi, pemerintahan waktu itu, yang berada di tangah Perdana Menteri Sutan Sjahrir, menginginkan tokoh lain, yaitu Urip Sumohardjo. Urip adalah tokoh militer didikan Belanda yang berjiwa patriotik. Selain itu, ada juga Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang saat itu berpangkat Jenderal Tituler.
Bahkan, dalam rapat pemilihan yang dilakukan di Markas Tinggi TKR Gondokusuman, Yogyakarta, pada tanggal 12 November 1945 tersebut disebut juga nama Sjahrir dan Amir Sjarifuddin, yang duduk sebagai Menteri Penerangan dalam Kabinet Sjahrir
“Rupanya, pola menempatkan pimpinan ketentaraan di bawah kekuasaan sipil-politis pada waktu itu hendak diterapkan oleh kaum politisi. Namun, mayoritas hadirin memilih Soedirman,” tulis Taufik.
Nama-nama calon tersebut kemudian ditulis di papan tulis. Panitia akan mencatat suara dari para pendukung yang mengacungkan tangan ketika nama calon disebutkan. Kalkulasinya langsung ditulis di papan tulis.
Soedirman kemudian terpilih menjadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat atau TKR pada usia 29 tahun. Terpilihnya Soedirman menjadi Panglima TKR terjadi karena rekam jejaknya yang gemilang sewaktu dirinya memimpin Resimen I/Divisi I TKR yang meliputi Karesidenan Banyumas. Kemenangan yang berturut-turut dan mampu mempertahankan Ambarawa dari serbuan tentara Sekutu membuat nama Soedirman tersohor.
Selain dukungan yang luas dari para tentara bekas Peta, Soedirman juga mendapatkan dukungan dari Kolonel Moh. Noch. Nasution, yang mewakili enam divisi di Sumatera.
Dilansir dari Majalah Tempo Edisi 12 November 2021, banyaknya pengalaman Soedirman membuatnya tidak sulit terpilih menjadi panglima dalam tiga tahap pemungutan suara. Soedirman bahkan berhasil mengalahkan Oerip Soemohardjo, kandidat yang mengenyam pendidikan militer Belanda.
Soedirman dilantik sebagai Panglima Besar pada 18 Desember 1945, tiga hari setelah kemenangan Indonesia atas Inggris yang diboncengi pasukan Belanda di Ambarawa. Di Gedung Markas Tinggi TKR Gondokusuman, Yogyakarta, Soedirman, yang kemudian hari diberi pangkat Jenderal Besar, ditahbiskan oleh Soekarno dan M. Hatta.
NAUFAL RIDHWAN ALY
Baca juga: Jenderal Soedirman, Panglima Besar TNI yang Tidak Alami Sekolah Militer