TEMPO.CO, Jakarta – Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) mengatakan Presiden pertama Soekarno tidak pernah terbukti secara hukum terlibat sebagai dalang gerakan 30 September 1965 atau G30S.
Dewan Penasehat PP Bamusi, Ahmad Basarah, menuturkan Soekarno tidak pernah dibuktikan di pengadilan sebagai pelaku peristiwa 30 September. Ia menjelaskan bahwa pencabutan Soekarno sebagai presiden melalui TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tidak dijalankan dengan proses hukum yang adil.
“Presiden Soekarno wafat 21 Juni 1970 dengan membawa tuduhan keji memberontak terhadap bangsa yang ia merdekakan sendiri dan dituduh kudeta terhadap kekuasaan yang sedang ia pimpin sendiri,” kata Basarah dalam diskusi virtual yang diadakan Kamis, 30 September 2021.
Basarah mengatakan yang terjadi setelah TAP MPRS tersebut bahkan bukan proses hukum yang berjalan adil.
“Akhirnya, Bung Karno meninggal dengan membawa beban yang amat berat bagi dirinya, keluarganya dan pengikutnya. Bung Karno dituduh melakukan penghianatan terhadap bangsa yang ia merdekakan sendiri,” katanya.
Basarah mengatakan negara sempat berbuat keji terhadap pendiri bangsa sekaligus proklamator kemerdekaan Indonesia dengan menuduhnya sebagai aktor G30S. “Dengan diangkatnya Bung Karno sebagai pahlawan nasional, maka tuduhan (bahwa) Bung Karno pernah berkhianat kepada bangsa dan negaranya gugur secara hukum,” ujarnya.
Ia mengatakan di dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, seorang tokoh nasional dapat memperoleh gelar pahlawan. Syaratnya, kata Basarah, memiliki integritas moral dan keteladanan, berjasa terhadap bangsa dan negara, berkelakuan baik, dan setia, dan tidak pernah mengkhianati bangsa.
“Sehingga dengan demikian tuduhan hukum pada bagian konsideran/menimbang TAP MPRS XXIII Tahun 1967 yang telah menuduh Bung Karno terlibat Peristiwa G30S batal secara hukum,” katanya.
AQSHAL RAIHAN BUDIPUTRA
Baca juga: Pesan Soeharto kepada Presiden Soekarno Setelah Peristiawa G30S