TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi PDI Perjuangan Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan agar gelaran Pilkada 2024 dimajukan pada bulan September. Di sisi lain, PDIP setuju dengan usulan Komisi Pemilihan Umum agar Pemilu 2024 digelar pada Februari 2024.
"Penting memikirkan tentang pemajuan bulan pilkada, tidak lagi November tetapi bisa saja di bulan September. Apakah sudah fixed, kami perlu exercise secara cermat," kata Ketua Kelompok Fraksi PDIP di Komisi II DPR Arif Wibowo ketika ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 28 September 2021.
Arif beralasan pemajuan jadwal pilkada ini perlu untuk membangun sistem pemilihan yang berjalan ajeg dan mantap. Dia menyoroti ketidaksinkronan antara waktu habisnya masa jabatan kepala daerah pada Desember 2024 dengan jadwal pilkada yang baru digelar pada bulan November.
Arif menilai waktu satu bulan itu tidaklah cukup hingga dilantiknya kepala daerah terpilih yang baru. Setelah rekapitulasi suara, masih ada kemungkinan sengketa hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi atau lembaga peradilan yang lain.
Alhasil, dia menjelaskan, kepala daerah hasil Pilkada 2024 kemungkinan baru bisa ditetapkan pada kisaran Februari hingga Mei 2025. Artinya, akan ada penjabat kepala daerah yang menjabat selama dua hingga lima bulan.
Arif mengatakan penjabat semestinya hanya untuk mengantarkan transisi menuju sistem yang ajeg, baku, dan stabil. Dengan sistem seperti yang ada dalam UU saat ini, kata dia, hal serupa akan terjadi di pemilihan lima tahun mendatang.
"Kalau setiap lima tahunan selalu ada penjabat ya namanya transisinya yang tidak kunjung selesai. Berarti demokrasinya tidak kunjung stabil. Apalagi sekarang dipersoalkan penjabat-penjabat sebaiknya dihindari dari unsur TNI Polri. Ruwet lagi nanti," ujarnya.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota sebenarnya telah mengatur jadwal pilkada berikutnya pada November 2024. Arif pun mengusulkan penyesuaian norma-norma dalam undang-undang itu melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu).
Adapun untuk jadwal Pemilu 2024, PDIP cenderung menyetujui usulan KPU agar pemungutan suara digelar bulan Februari. Namun, fraksi partai banteng masih menghitung tanggal yang tepat untuk pemungutan suara kontestasi pemilihan legislatif dan pemilihan presiden itu.
"Kalau kami sebenarnya lebih dekat dengan usulan KPU setelah kami hitung-hitung, meskipun untuk sampai pada tanggal yang benar-benar fixed kami masih mendalami," ujar Arif.
Arif juga menyatakan bahwa partainya keberatan dengan usulan pemerintah agar Pemilu 2024 digelar 15 Mei. Fraksi PDI Perjuangan meminta pemerintah mengkaji ulang usulan tersebut.
Alasan pertama, Arif membeberkan, jadwal 15 Mei 2024 akan melewati Ramadan dan Idul Fitri pada tahun tersebut. Menurutnya semestinya tak ada kegiatan politik apa pun di bulan Ramadan. Ia menilai tidaklah etis dan berpotensi muncul masalah jika bulan suci umat Islam itu diisi dengan kegiatan kampanye politik menuju pemungutan suara.
Selain itu, Arif berpendapat biaya kampanye di masa Ramadan dan Idul Fitri berpotensi menjadi lebih mahal. Padahal, pemerintah ingin pemilihan legislatif dan presiden menjadi lebih sederhana dan murah. Arif pun mengingatkan postulat bahwa pemilu yang mahal akan berimbas pada tumbuh kembangnya oligarki dan korupsi.
Alasan berikutnya adalah penyelesaian sengketa hasil Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi. Jika pencoblosan digelar 15 Mei, kata Arif, waktu yang ada sempit dan pendek menuju pencalonan kepala daerah. Padahal, salah satu syarat pencalonan kepala daerah adalah perolehan kursi DPRD oleh partai.