TEMPO.CO, Jakarta - Desakan agar pemerintah menambah nilai afirmasi kepada guru honorer dalam seleksi aparatur sipil negara pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (ASN-PPPK) terus disuarakan.
Permintaan tersebut salah satunya datang dari seorang guru honorer SMP di Jawa Barat, Cecep Kurniadi. Peserta seleksi guru PPPK 2021 ini meminta pemerintah memprioritaskan usia sepuh, khususnya guru honorer kategori II. “Minimal ada penghargaan kepada yang sudah lama mengabdi,” ujar Cecep kepada Tempo, Ahad, 19 September 2021.
Kategori II adalah status bagi guru honorer yang mengajar sebelum tahun 2005 dan belum kunjung diangkat menjadi guru tetap berstatus PNS.
Desakan menambah nilai afirmasi bukan tanpa alasan. Cecep menyebut ada sejumlah kendala yang dialami para guru honorer ketika mengikuti tes kompetensi seleksi PPPK tahun ini. Persoalan yang umumnya dialami, yaitu tingginya passing grade atau nilai ambang batas pada seleksi kompetensi teknis.
Seleksi kompetensi guru PPPK diketahui terbagi dalam empat tahap. Kompetensi teknis adalah tahap pertama dengan nilai ambang batas berbeda-beda setiap mata pelajaran. Kemudian seleksi kompetensi manajerial dengan nilai ambang batas 130, sosial kultural 130, dan wawancara 24.
Cecep mengatakan, banyak rekan-rekannya, termasuk dirinya, tidak mencapai target nilai yang ditentukan saat pelaksanaan tes kompetensi teknis. Nilai tersebut bisa diketahui ketika selesai mengerjakan tes. “Kebanyakan tidak lolos passing grade di bidang teknis,” kata guru honorer yang sudah 18 tahun mengajar ini.
Persoalan berikutnya adalah soal latihan dari Sistem Informasi Manajemen untuk Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (SIMPKB) yang jauh berbeda dengan soal saat tes.
Menurut Cecep, soal tes guru PPPK terlalu rumit dan panjang, sehingga perlu dibaca beberapa kali. Sementara waktu yang disediakan untuk mengerjakan tes sangat minim. Persoalan lainnya adalah jaringan internet di sejumlah daerah yang belum stabil.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, mengungkapkan bahwa sejumlah persoalan mengenai seleksi guru PPPK sebetulnya telah dimulai sejak beberapa hari sebelum tes dimulai.
Pasalnya, kata Satriwan, panitia seleksi kurang optimal dalam memberikan informasi, sehingga terjadi banyak masalah di lapangan. Seperti jadwal yang terus mundur dan berganti, tempat lokasi tes tidak muncul, dan kepastian afirmasi.
“Semua masalah ini terjadi sampai H-1 sebelum mulainya pelaksanaan tes, Senin (13 September). Bayangkan, gimana mereka enggak stres. P2G melihat ini kayaknya Panselnya tidak siap,” kata Satriwan.
Satriwan mengungkapkan bahwa organisasinya sejak lama sudah meminta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim untuk memberikan nilai afirmasi berdasarkan lama mengabdi dan usia.
Saat ini, Kemendikbudristek hanya memberikan afirmasi 15 persen bagi guru berusia di atas 35 tahun dan mengabdi minimal 3 tahun. Menurut Satriwan, afirmasi tersebut tidak adil karena memukul rata guru honorer yang sudah mengabdi belasan tahun hingga di atas 20 tahun.
Merujuk pada pasal 2 UU ASN, kata Satriwan, penyelenggaraan manajemen ASN harus didasarkan pada asas-asas, di antaranya proporsionalitas, kesetaraan, keadilan, dan nondiskriminatif. Ia pun menyarankan agar afrimasi diberikan berdasarkan lama mengabdi.
Ia mencontohkan simulasinya adalah masa pengabdian 3-5 tahun mendapat afirmasi 15 persen; 6-10 tahun mendapat 20 persen; 11-15 tahun mendapat 25 persen; 16-20 tahun mendapat 30 persen; 21-25 tahun mendapat 35 persen, dan seterusnya.
“Artinya, kami P2G tetap memohon kepada Kemdikbudrsitek, Kemenpan RB, dan BKN untuk memberikan tambahan afirmasi bagi guru-guru honorer ini,” katanya.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Ahmad Muzani justru mengusulkan agar guru honorer yang mengabdi bertahun-tahun langsung diangkat menjadi ASN tanpa melalui tes.
"Pengabdian mereka yang begitu panjang seharusnya diapresiasi dan diberi penghargaan dengan mengangkat mereka menjadi pegawai PPPK tanpa perlu tes," kata Muzani.
Menurut politikus Gerindra itu, profesi guru hakikatnya adalah pengabdian atau panggilan jiwa, bukan pencari kerja. Sehingga, meskipun dengan honor seadanya, mereka menjalani profesi tersebut dengan keikhlasan dan kesungguhan, bahkan ditempatkan di daerah-daerah terpencil.
Muzani menilai, kebijakan untuk mengangkat satu juta guru honor menjadi ASN PPPK dapat menjadi momentum memberi penghargaan pada jutaan guru honorer, yang tanpa lelah terus mengabdi dalam dunia pendidikan.
Ramainya desakan menambah nilai afirmasi terdengar di telinga Mendikbudristek Nadiem Makarim. Dalam rapat kerja di Komisi Pendidikan DPR, pada Kamis, 23 September 2021, Nadiem menyatakan akan memperjuangkan nilai afirmasi bagi guru honorer. “Itu bakal kami coba,” kata Nadiem. Namun, Nadiem belum bisa memastikan penambahan nilai afirmasi untuk seleksi guru PPPK. Sebab, keputusan tidak hanya di tangan kementeriannya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nunuk Suryani juga mengatakan perubahan nilai afirmasi seleksi guru PPPK masih dibahas.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo menyampaikan, panselnas guru PPPK akan mengevaluasi dan memetakan hasil-hasil seleksi. "Secara umum, panselnas juga telah mengamati dan mencermati kondisi riil di lapangan, khususnya kesulitan peserta lansia dalam pengerjaan soal kompetensi teknis," ujar Tjahjo soal permintaan menambah nilai afirmasi bagi guru honorer.