TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito menyebut Indonesia perlu meningkatkan kewaspadaan guna mencegah terjadinya gelombang ketiga Covid-19, sebagaimana terjadi di berbagai negara. Ia mengingatkan pentingnya belajar dari pengalaman sebelumnya ihwal pola kenaikan kasus Indonesia yang lebih lambat dari kenaikan kasus dunia.
"Pada pola second wave di mana terdapat jeda tiga bulan, perlu kita antisipasi mengingat dalam tiga bulan ke depan ini kita akan memasuki periode libur Natal dan tahun baru 2022," ujar Wiku dalam keterangan tertulis, Rabu, 22 September 2021.
Indonesia telah mengalami dua kali lonjakan kasus Covid-19 pada Januari dan Juli 2021. Wiku menyebut, lonjakan tersebut lebih disebabkan faktor internal dan bukan karena naiknya kasus global atau pun datang dari negara-negara lain.
Beberapa faktor internal yang dimaksud adalah meningkatnya mobilitas dalam negeri. Juga, aktivitas sosial masyarakat yang terjadi bersamaan dengan periode mudik Idul Fitri dan sikap abai masyarakat terhadap protokol kesehatan.
Lonjakan pertama pada Januari 2021 disebut merupakan dampak libur Natal dan Tahun Baru 2021 yang bersamaan lonjakan pertama dunia. Namun, untuk lonjakan kedua, dunia mengalaminya lebih cepat yaitu pada April 2021. Sementara, Indonesia saat itu sedang mengalami titik terendah kasus mingguan. Sebaliknya saat Indonesia kasusnya meningkat, dunia kasusnya menurun. Selanjutnya, kasus dunia meningkat lagi hingga mencapai lonjakan ketiga, sementara kasus di Indonesia sedang melandai.
Wiku menyebut, saat ini kasus positif harian menyentuh angka 1.000 kasus dan kasus aktif turun hingga 1 persen. Diikuti, meningkatnya persentase kesembuhan melebihi 95 persen. Perbaikan juga terlihat pada angka positivity rate sebesar 2,48 persen.
"Namun, penting untuk dipahami bahwa adanya perbaikan utamanya pada kasus aktif mencapai 1 persen ini bukan untuk menjadi lengah. Karena jika berkaca pada beberapa negara lain yang sempat mengalami kasus aktif di bawah 1 persen ternyata tetap mengalami lonjakan kasus baru-baru ini," ujarnya.
Seperti Australia yang kasus aktifnya 0,26 persen pada 24 Mei, kembali meningkat hingga 30 ribu kasus aktif per 9 September. Hal serupa juga di Selandia Baru dengan kasus aktif 0,6 persen per 1 Juni, lalu kembali naik pada September mencapai 750 kasus aktif.
Untuk itu, ujar Wiku, Indonesia harus semakin berhati-hati. Mobilitas penduduk dan masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan dinilai menjadi penyumbang terbesar terjadinya lonjakan kasus.
"Apapun varian mutasi virus yang ada, upaya terbaik melanggengkan tren penurunan kasus selama mungkin adalah dengan mematuhi protokol kesehatan," ujarnya.