TEMPO.CO, Jakarta - Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI sedang mengajukan kebijakan dan strategi menghadapi situasi perbatasan di Laut Cina Selatan ke Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan. Bakamla menyatakan dalam menghadapi situasi di perbatasan tidak saja diperlukan kehadiran aparat, tapi juga pelaku ekonomi seperti nelayan dan kegiatan eksplorasi ESDM serta penelitian.
“Saat ini Bakamla tengah menyusun rencana aksi terkait rekomendasi kebijakan tersebut,” kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Bakamla Kolonel Wisnu Pramandita, lewat keterangan tertulis, Sabtu, 18 September 2021.
Wisnu mengatakan salah satu rencana aksi itu adalah membentuk Nelayan Nasional Indonesia. Pembentukan nelayan nasional itu bertujuan mendorong kehadiran pelaku ekonomi, sekaligus mendukung kegiatan monitoring di wilayah penangkapan ikan di Laut Natuna Utara.
Wisnu mengatakan di Laut Natuna Utara memang banyak kapal asing, karena wilayah itu merupakan pintu masuk dan keluar, lalu lintas kapal melalui Selat Sunda dan Selat Malaka.
Dia mengatakan sebelumnya Sestama Bakamla Laksamana Muda S. Irawan menyebut bahwa ada ribuan kapal yang melewati perarairan itu. Namun, kata dia, ribuan kapal itu melintas di Laut Natuna Utara dalam periode waktu yang panjang dan juga mencakup perlintasan di Laut Cina Selatan. “Laut Natuna Utara berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan,” kata dia.
Baca: Kapal Induk AS Sering ke Laut Natuna Utara, Ini Penjelasan TNI AL