INFO NASIONAL – Kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang, Banten, Rabu 8 September lalu yang mengakibatkan 41 narapidana tewas, delapan orang terluka bakar, dan 71 tahanan lainnya luka ringan mendapat perhatian khusus dari Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah. Sambil menyatakan duka cita mendalam, dia meminta semua pihak melihat musibah ini sebagai bencana alam non-alam dan jangan dijadikan isu politik karena kita harus hormati dan empati dengan duka keluarga korban yang meninggal dunia.
‘’Musibah ini hendaknya tidak dijadikan isu politik oleh pihak-pihak tertentu misalnya dengan meminta Menkumham mundur. Ini bencana non-alam. Apakah dengan mundurnya Menkumham lalu semua masalah di lingkungan Lapas yang sudah berlarut-larut sejak puluhan tahun lalu akan dapat terselesaikan?’’ tegas Ahmad Basarah, Kamis 9 September 2021.
Baca juga:
Menurut Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu, dugaan sementara musibah ini terjadi akibat arus pendek listrik. Bangunan yang terbakar itu sudah tua, instalasi listriknya belum pernah dibenahi sejak lapas berdiri pada 1972. Dari sejumlah informasi diketahui Lapas Kelas I Tangerang yang terbakar dinihari lalu itu melebihi kapasitas hingga 400 persen. Jumlah penghuninya 2.072 orang, padahal jumlah seharusnya maksimum 600 orang.
‘’Berdasarkan fakta-fakta sementara itu, wajar jika banyak korban tewas atau terluka. Berlebihan dan tidak elok jika kasus ini dijadikan komoditas politik praktis untuk mengganti jabatan menkumham,’’ kata Ahmad Basarah.
Ahmad memberi apresasi kepada Menkumham Yasonna Hamonganan Laoly, bertindak cepat menyantuni keluarga korban dengan memberi santunan Rp 30 juta kepada keluarga korban meninggal serta merawat baik-baik semua korban luka berat dan ringan. Selain itu, Menkumham juga membentuk lima tim khusus untuk menangani musibah ini secara intensif.
Agar musibah yang sama tidak terjadi lagi, kata Ahmad Basarah, harus ada ikhtiar lebih serius lagi dari pemerintah. Kementerian Keuangan harus mengalokasikan anggaran untuk merevitalisasi lapas di Tangerang dan semua lapas di tanah air. Jika kebijakan ini tidak segera dilakukan, musibah yang sama sangat mungkin terjadi di banyak lapas di tanah air.
Selain itu, dosen paska sarjana Universitas Jember itu juga berharap, musibah ini hendaknya dijadikan pelajaran berharga oleh para praktisi dan penegak hukum bahwa narapidana pengguna narkoba, sebaiknya direhabilitasi dan tidak menjalani hukuman penjara. ‘’Tapi ini berlaku untuk para pengguna saja, bukan untuk pengedar apalagi bandar narkoba. Mereka kalau perlu dihukum seberat mungkin," ujar Ahmad Basarah.
Ketua DPP PDI Perjuangan itu menjelaskan, apa yang ia usulkan itu disebut restorative justice atau keadilan restoratif. Ia merupakan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana dalam mekanisme tata cara peradilan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau keluarga korban, serta pihak lain yang terkait.
Dengan keadilan restoratif ini, kata Basarah menguraikan, pihak korban tidak dirugikan sebab ia menerima ganti rugi, perdamaian, dan sisi baik kesepakatan-kesepakatan lainnya. Sedangkan pihak pelaku tetap dihukum misalnya dengan melakukan kerja sosial dan berkesempatan untuk terlibat dalam pemulihan keadaan (restorasi) bagi korban.
‘’Dalam konteks ini, masyarakat memiliki peran untuk melestarikan perdamaian, aparat penegak hukum menjaga ketertiban umum, dan Lembaga pemasyarakatan tidak akan mengalami over kapasitas ,’’ kata Ahmad Basarah.
Penerapan restorative justice ini sebenarnya sudah diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pedoman Penerapan Restorative Justice di Lingkungan Peradilan Umum, yang ditandatangani oleh Dirjen Badan Peradilan Umum Prim Haryadi, pada 22 Desember 2020. Namun, penerapan surat keputusan ini belum maksimal dilakukan.(*)