TEMPO.CO, Jakarta - Eks Wakil Ketua Tim Insiden Keamanan Internet dan Infrastruktur Indonesia (ID-SIRTII) Salahuddien mengusulkan pemerintah segera melakukan enkripsi seluruh data kependudukan.
"Kemudian menghapus retensi data yang ada di semua instansi yang sudah pernah menggunakan e-KTP. Jadi data-data yang sudah tertinggal, itu kan ada 1.300 lebih ya instansi yang bekerja sama dengan Dukcapil (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil) dan ikut memiliki data tersebut. Itu harus dihilangkan semua retensinya," ujar Salahuddien dalam diskusi daring pada Ahad, 5 September 2021.
Nantinya, instansi hanya boleh menggunakan data baru yang dihasilkan dari Dukcapil dalam kondisi yang sudah terenkripsi. Sehingga, jika ke depan terjadi kebocoran data lagi, orang lain tidak akan bisa mengakses dan menyalahgunakannya. Sebab, kata Salahuddien, data sudah dalam keadaan terkunci.
"Dan hanya aplikasi yang memiliki hak akses yang bisa membuka. Artinya orang awam tidak bisa," kata Salahuddien.
Jika usulan itu dilakukan, baru lah pemerintah bisa mengganti nomor induk kependudukan (NIK) setiap warga. Bahkan seharusnya, menurut Salahuddien, tidak perlu menggunakan NIK lagi, tetapi digital ID.
Kebocoran data kembali terjadi. Kali ini, identitas yang tersebar adalah milik Presiden Joko Widodo. Seorang warganet sempat mengunggah foto yang menunjukkan surat keterangan vaksinasi Covid-19 miliki Presiden Jokowi di Twitter dan bisa dilihat secara umum melalui aplikasi PeduliLindungi. Dalam foto itu, terlihat dengan jelas identitas lengkap Jokowi mulai dari nama, tempat, tanggal lahir serta NIK.
Selain itu juga terdapat keterangan bahwa Jokowi sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19 dosis kedua pada 27 Januari 2021. Selain itu, barcode dua dimensi atau akrab dikenal dengan quick response code (QR code) juga terpampang tanpa disensor oleh pengunggahnya.