TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengungkap penyebab kenaikan signifikan elektabilitas Partai Gerindra dari 9,7 persen menjadi 12,8 persen. Menurutnya, hal itu terjadi karena masyarakat masih menganggap atau menilai partai besutan Prabowo Subianto itu bukan pendukung pemerintah.
"Di mata publik, Gerindra belum dianggap sebagai partai pendukung pemerintah, meskipun kebijakan pemerintah dibawa ke parlemen selalu diamankan Gerindra," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, 26 Agustus 2021.
Elektabilitas Partai Gerindra meningkat dibandingkan partai politik lain pendukung pemerintah. Dalam Survei Indikator Politik Indonesia yang baru saja dirilis, tingkat keterpilihan partai besutan Prabowo Subianto itu mencapai 12,8 persen.
"Lagi-lagi polanya menarik dibandingkan partai pendukung pemerintah yang lain. Di saat tren kepuasan (terhadap) pemerintah turun, justru elektabilitas Gerindra meningkat," kata dia.
Dalam survei tersebut elektabilitas tertinggi masih ditempati Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan perolehan elektabilitas 24,4 persen. Setelah Gerindra, Partai Golkar dan Demokrat masing-masing memiliki elektabilitas sembilan persen, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 8,2 persen, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tujuh persen, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 3,9 persen.
Berikutnya, NasDem 3,5 persen, Partai Amanat Nasional (PAN) (2,2 persen, Partai Persatuan Indonesia (Perindo) satu persen, dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) 0,7 persen.
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) 0,4 persen, Partai Bulan Bintang (PBB) 0,2 persen, Partai Berkarya dan Gelora masing-masing 0,1 persen, Partai Garuda, dan PKPI nol persen serta lainnya 0,4 persen. Kemudian yang tidak menjawab sebanyak 17 persen.
Ia mengatakan pada survei April 2021 elektabilitas PDIP sebesar 27,5 persen, diikuti Golkar 10,7 persen, PKB 9,8 persen, Gerindra 9,7%, PKS 8,2 persen, Demokrat 7,5 persen, PPP 3,8 persen, PAN 2,2 persen, dan NasDem 1,7 persen.
Menurut Burhanuddin, PDIP mengalami defisit elektabilitas lantaran terpengaruh susutnya kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah terutama dalam penanganan pandemi COVID-19. Dalam survei itu, kepuasan masyarakat atas kinerja pemerintah berkurang sekitar lima dari riset sebelumnya.
Tidak hanya berdampak pada PDIP, hal yang sama juga terjadi pada partai pendukung pemerintah misalnya Golkar namun tidak terlalu besar kurang dari satu persen.