TEMPO.CO, Jakarta - Setelah gerakan Reformasi 1998, Parta Amanat Nasional (PAN) hadir dan Amien Rais beserta rekan-rekannya yang tergabung dalam Majelis Amanat Rakyat (MARA), merasa perlu meneruskan cita-cita reformasi dengan mendirikan partai politik baru.
Tidak bisa dipungkiri, MARA merupakan organisasi gerakan reformasi pada era pemerintahan Soeharto, bersama dengan PPSK Yogyakarta, tokoh-tokoh Muhamadiyah, dan Kelompok Tebet. Menukil pan.or.id, Setelah berhasil menjatuhkan rezim Orde Baru, Amien Rais (ketua umum Muhammadiyah saat itu) berkeinginan untuk kembali ke Muhammadiyah.
Namun, Amien Rais juga merasa terpanggil melanjutkan perjuangan setelah turut meruntuhkan rezim orde baru untuk kembali membangun Indonesia. Tujuannya tersebut membawanya mendirikan partai politik baru yang kemudian diberi nama (PAN).
Dinamika perpolitikan di tubuh Muhammadiyah membuat mereka mengadakan Sidang Tanwir di Semarang pada 5-7 Juli 1998. Hasil dari sidang tersebut menyatakan Muhammadiyah tetap tidak akan berpolitik praktis sesuai dengan keputusan Muktamar 1971 di Makassar. Namun, Muhammadiyah membebaskan para anggotanya untuk berpartisipasi atau memilih saat perhelatan politik di Indonesia.
Dengan terbentuknya PAN pulalah menjadi wadah aspirasi bagi warga Muhammadiyah, bahkan partai ini juga terbuka untuk semua kalangan.
Sebelum menamai partai ini dengan sebutan PAN, pertemuan yang dilakukan pada tanggal 5-6 Agustus 1998 di Bogor, partai ini diberi nama Partai Amanat Bangsa (PAB). PAN yang lahir di penghujung masa orde baru mengusung semangat Indonesia baru untuk menggantikan nuansa pemerintahan yang otoriter.
Masih dari kanal resmi PAN, partai ini dideklarasikan pada 23 Agustus 1998 di Istora Senayan Jakarta, pendeklarasian partai ini dihadiri oleh ribuan massa. Pengesahan pendirian PAN sendiri berdasarkan pengesahan Depkeh HAM No. M-20.UM.06.08 tanggal 27 Agustus 2003.
Partai ini memiliki azas “Ahlak Politik Berlandaskan Agama yang Membawa Rahmat bagi Sekalian Alam”.
Dalam perpolitikan di Indonesia, Partai Amanat Nasional atau PAN pernah melontarkan gagasan wacana dialog bentuk negara federasi sebagai jawaban atas ancaman disintegrasi. Titik sentral dialog adalah keadilan dalam mengelola sumber daya sehingga rakyat seluruh Indonesia dapat benar-benar merasakan sebagai warga bangsa.
GERIN RIO PRANATA
Baca: PAN Tegur Kadernya yang Usul RS Covid-19 Khusus Pejabat