TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan bentuk hukum pokok-pokok haluan negara (PPHN) tergantung kepada dinamika politik yang ada. Ia mengaku belum dapat memastikan apakah PPHN akan ditetapkan melalui amandemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945 atau diatur dalam undang-undang.
"Ini sangat tergantung pada dinamika politik yang ada, sangat tergantung pada stakeholder di gedung ini, yaitu para pimpinan partai politik, para cendekiawan, para praktisi yang dapat mewujudkan itu semua," kata Bamsoet dalam konferensi pers seusai peringatan Hari Konstitusi dan HUT MPR ke-76, Rabu, 18 Agustus 2021.
Baca juga:
Yang jelas, kata Bamsoet, MPR menginginkan adanya suatu haluan negara yang dapat memberikan arah pembangunan Indonesia ke depan. Ia mengklaim perencanaan visioner itu diperlukan untuk membaca tantangan zaman yang terus berkembang.
Menurut Bamsoet, arah pembangunan negara seperti yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) selama ini sangat bergantung pada visi misi presiden yang terpilih. Ia mengatakan, PPHN akan memastikan arah pembangunan itu tak berubah setiap kali terjadi pergantian kepemimpinan.
"Sehingga tidak setiap ganti pemimpin, setiap ganti presiden akan berganti haluan," ujar politikus Golkar ini.
Pada saat baru terpilih menjadi ketua MPR 2019 lalu, Bamsoet telah bersafari menemui pimpinan partai politik. Ia mengatakan ada banyak masukan yang mereka terima, baik berupa dukungan maupun kekhawatiran dari para pimpinan parpol.
"Ada yang khawatir, ada yang setengah khawatir, ada yang (PPHN) 'ini harus'. Masih situasional, belum seragam," ucapnya.
Meski begitu, ia meyakini sikap para pimpinan partai politik akan tercermin dari para anggota mereka di parlemen. Namun, dari kelompok Dewan Perwakilan Daerah, kata Bamsoet, Ketua DPD La Nyalla Mattalitti telah menyampaikan dukungan ihwal PPHN.
Ada beberapa partai yang menyatakan tak setuju amandemen UUD 1945 untuk menetapkan PPHN. Di antaranya Fraksi Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera.
Adapun dari kelompok sipil, agenda amandemen itu dikhawatirkan membuka kotak pandora untuk mengubah pasal-pasal krusial dari konstitusi, seperti pembatasan masa jabatan presiden.