TEMPO.CO, Palembang - Kepolisian Daerah Sumatera Selatan belum menetapkan anak almarhum Akidi Tio, Heryanty, sebagai tersangka kasus sumbangan bodong sebesar Rp 2 triliun.
“Sampai saat ini yang bersangkutan masih saksi,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumatera Selatan Komisaris Besar Supriadi, pada Kamis, 5 Agustus 2021.
Menurut dia, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum masih mengumpulkan keterangan para saksi. Hingga Kamis ini, baru enam saksi yang diperiksa, termasuk pria bernama Rudi yang menjadi pendamping keluarga Heryanty. “Dia yang mendampingi saat penyerahan, jadi kami klarifikasi juga,” ujar Supriadi.
Penyidik saat ini juga masih belum bisa memeriksa Heryanty karena alasan sakit. Polda sudah menerjunkan tim psikologi untuk mengetes kejiwaan Heryanty serta tim Dinas Kesehatan untuk melakukan tes swab.
Selain pemeriksaan para saksi, penyidik Polda juga menyurati Bank Indonesia serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (
PPATK) ihwal data keuangan Heryanty. “Belum ada balasan,” kata Supriadi.
Pada Kamis siang tadi, Kapolda Sumatera Selatan Irjen Eko Indra menyatakan permohonan maaf ke seluruh masyarakat Indonesia, khususnya Kapolri, Mabes Polri, para anggota Polri se-Indonesia, serta masyarakat Sumatera Selatan. Dia mengakui telah lalai dalam menyelidiki informasi dana hibah Rp 2 triliun dari Heryanty, perwakilan keluarga almarhum Akidi Tio. “Kegaduhan yang terjadi dapat dikatakan sebagai kelemahan saya sebagai individu, sebagai manusia biasa. Saya memohon maaf,” ucap Irjen Eko.
Secara personal, Eko telah memaafkan Heryanty. Namun, menurut Supriadi, hal tersebut tak bisa menggugurkan jerat pidana jika penyidik menemukan alat bukti yang cukup. “Iya (memaafkan) secara pribadi. Secara permasalahan tetap kami gali. Ending-nya nanti kita lihat,” kata Supriadi.
Polemik dugaan sumbangan fiktif muncul ketika keluarga almarhum
Akidi Tio memberikan hibah bantuan penanganan Covid-19 sebesar Rp 2 triliun. Simbolisasi penyerahan ini dihadiri Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru dan Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Jenderal Eko Indra Heri. Namun belakangan diketahui uang Rp 2 triliun itu tak pernah masuk ke rekening kepolisian. PPATK menyatakan sumbangan tersebut bodong.