TEMPO.CO, Jakarta - Berita terpopuler yang banyak dibaca di antaranya Politikus PDIP Hendrawan Supratikno menanggapi beredarnya meme baliho Ketua DPR Puan Maharani di media sosial. Peraih gelar doktor dari Vrije Universiteit Amsterdam ini menilai ada unsur melebih-lebihkan yang kocak dari dua meme tersebut. Kemudian, Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menyerahkan bukti tambahan dugaan pelanggaran kode etik dalam penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK). Berikut ringkasannya:
1. Meme Baliho Puan Maharani di Deklarasi Amerika dan di Bulan, Apa Kata PDIP?
Beberapa meme tentang baliho Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani beredar di media sosial. Baliho yang dijadikan meme itu menampilkan foto Puan, tulisan "Kepak Sayap Kebhinekaan", lambang banteng moncong putih PDI Perjuangan, dan sekawanan burung terbang di angkasa.
Salah satu meme menempatkan baliho Puan itu di lukisan "Declaration of Independence" karya John Trumbull. Pembuat meme mengganti dekorasi dinding yang menampilkan gambar piala dan bendera militer Inggris dengan baliho Puan.
Adapun meme yang kedua menempatkan baliho Puan di foto pendaratan Neil Amstrong di bulan pada misi Apollo 11 tanggal 29 Juli 1969. Foto yang aslinya menampilkan bendera Amerika Serikat terpacak di permukaan bulan, berganti dengan baliho "Kepak Sayap Kebhinekaan" Puan Maharani.
Politikus PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menanggapi santai beredarnya meme baliho Puan di media sosial. Peraih gelar doktor dari Vrije Universiteit Amsterdam ini menilai ada unsur melebih-lebihkan yang kocak dari dua meme tersebut.
"Penilaian tergantung sudut pandang, kata filsuf Yunani Protagoras. Namun kami sepakat ada unsur hiperbolisme yang kocak," kata Hendrawan kepada Tempo, Rabu, 28 Juli 2021, setelah melihat dua meme itu.
Hendrawan memaknai meme pertama mengaitkan kepak sayap kebhinekaan dengan slogan "E Pluribus Unum" di Amerika Serikat. Istilah Latin yang kurang lebih berarti "meskipun banyak tetapi satu" ini diusulkan oleh Founding Fathers Negeri Abang Sam, yakni John Adams, Benjamin Franklin, dan Thomas Jefferson sebagai motto pertama setelah kemerdekaan.
Adapun semboyan Bangsa Indonesia Bhinneka Tunggal Ika berarti meski berbeda-beda tetapi tetap satu juga. "Imajinasi mengaitkan kepak sayap kebhinekaan dengan slogan E Pluribus Unum di AS," kata Hendrawan.
Adapun meme yang kedua, kata dia, mengaitkan dengan kepioniran secara hiperbola. Ia berujar, Puan adalah perempuan pertama yang menjadi Ketua DPR dari 23 Ketua DPR dalam sejarah Indonesia. Dia menilai ada pesan "menembus gelas kaca" seperti yang dikampanyekan Hillary Clinton di pemilihan presiden AS tahun 2016.
"Ada fenomena 'menembus gelas kaca' (breaking the glas ceiling) seperti yang dikampanyekan Hillary Clinton dalam pilpres AS," kata anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Jawa Tengah ini.
Menurut Hendrawan, ada dua kategori meme tentang Puan Maharani di media sosial. Yakni yang konsisten berseberangan dengan pihaknya dan yang sekadar iseng. Hendrawan mengatakan PDIP mencermati dua hal itu secara seksama. "Yang positif kami terima sebagai masukan, yang negatif dan nyinyir kami yakin disaring oleh filter literasi pembaca dan masyarakat," ucapnya.
2. Pegawai Setor Bukti Baru Pelanggaran Etik TWK ke Dewan Pengawas KPK
Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menyerahkan bukti tambahan dugaan pelanggaran kode etik dalam penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK). Bukti diserahkan setelah Dewan Pengawas KPK menyatakan kasus itu tidak cukup bukti.
“Pegawai memiliki dua alasan kuat untuk memberikan bukti tambahan ke Dewas,” kata perwakilan pegawai, Hotman Tambunan, lewat keterangan tertulis, Rabu, 28 Juli 2021.
Hotman mengatakan alasan pertama adalah dugaan perbuatan pimpinan KPK yang dicermati oleh Dewas dalam laporan pertama, bukan yang dimaksud oleh pegawai. Alasan kedua, adanya temuan Ombudsman RI soal pelanggaran prosedur dan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan TWK.
Hotman menambahkan pegawai memberikan bukti baru berupa dokumen rapat. Dia mengatakan dalam bukti itu Ketua KPK Firli Bahuri secara jelas menyatakan bahwa TWK tidak berakibat lulus atau tidak lulus. “Kami memberikan bukti keberadaan rapat tersebut,” kata Hotman.
Sebelumnya, Dewas menghentikan pemeriksaan pelanggaran etik dalam pelaksanaan TWK. Dewas beralasan tidak menemukan cukup bukti. Salah satu pertimbangan Dewas adalah Firli Bahuri cs tidak terbukti menyelundupkan pasal TWK. Selain itu, Dewas menyatakan juga tak menemukan rekaman tentang pernyataan Firli yang menyebutkan tidak ada lulus dan tidak lulus dalam TWK.
Hotman mengatakan Dewan Pengawas KPK wajib memeriksa bukti tambahan yang disetorkan pegawai. Menurut dia, hal itu sesuai Pasal 5 ayat (1) dan (2) Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2020 tentang tata cara pemeriksaan dan pelanggaran kode etik. Pasal itu tidak mengatur soal konsekuensi dari dihentikannya pemeriksaan pendahuluan. Dengan begitu, kata dia, pemeriksaan kasus ini bisa dibuka kembali.
“Dengan demikian kami menganggap bahwa laporan aduan tertanggal 18 Mei 2021 dengan tambahan data dan informasi tertanggal 16 Juni 2021, masih bisa dibuka pemeriksaannya dengan pemberian bukti-bukti baru, untuk mencukupkan bukti dugaan pelanggaran dimaksud dan dilanjutkan ke sidang etik,” kata Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi KPK nonaktif ini.
Baca: Usul Fasilitas Parlemen Jadi Tempat Isoman, PKS: Sekjen DPR Tak Perlu Sewa Hotel