TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19 M. Praswad Nugraha merasa putusan Dewan Pengawas terhadapnya tidak adil. Dia mengatakan pernyataannya kepada saksi Agustri Yogasmara atau Yogas dilepaskan dari konteks kejadian. “Situasi sebenarnya tidak dihitung sama sekali oleh mereka,” kata Praswad, Selasa, 13 Juli 2021.
Praswad mencontohkan pernyataannya kepada Yogas soal ‘sekolah di mana’. Dewan Pengawas dalam sidang putusan pelanggaran kode etik Senin, 12 Juli 2021, menyatakan bahwa Praswad mengucapkan kata-kata kepada Yogas: “Woi lu sekolah enggak sih? Lu sekolah enggak? Gua tanya, lu sekolah dulu makanya”.
Dewas KPK menganggap kata-kata itu merupakan salah satu bukti bahwa Praswad melanggar kode etik karena melakukan perundungan kepada Yogas. Dewas menjatuhkan sanksi sedang kepada Praswad berupa pemotongan gaji 10 persen selama 6 bulan.
Praswad mengatakan ada alasan dirinya melontarkan perkataan itu. Dia menceritakan dalam suatu pemeriksaan, dirinya bertanya bagaimana Yogas diduga bisa memiliki 3,6 juta paket bansos di Kemensos. Meski awalnya membantah, Praswad mengatakan belakangan Yogas mengakui. Namun, penjelasannya sama sekali tidak masuk akal.
Praswad mengatakan Yogas mengaku sedang menyetir mobil melewati kantor Kemensos di Jalan Salemba. Dia bilang di kantor itu sudah ramai orang menawarkan 3,6 juta paket bansos. Bila ditaksir, jumlah paket itu sama dengan Rp 1,5 triliun. Mendengar penjelasan itu, Praswad kaget dan mempertanyakan logika cerita Yogas. Di situlah, Praswad mempertanyakan pendidikan yang sudah ditempuh Yogas. “Omongan ‘lu sekolah di mana’ dicomot begitu saja oleh Dewas, konteksnya jadi hilang,” kata dia.
Selain itu, Praswad menceritakan kronologi sampai dia mengancam membenturkan kepala Yogas ke dinding. Kejadian itu terjadi pada pemeriksaan 13 Januari 2021 di Gedung KPK. Praswad menceritakan ketika itu Yogas sedang dikonfrontasi dengan salah satu tersangka, Harry Van Sidabukke. Dia mengatakan sebelum pemeriksaan Yogas diduga sudah mengancam Harry agar tidak menyebut dirinya terlibat dalam kasus bansos.
Dalam ruang pemeriksaan, kata Praswad, ancaman itu berulang. Dia mengatakan Harry sebenarnya sudah mengakui perbuatannya dan meminta Yogas turut mengakuinya. Mendengar ucapan itu, kata dia, Yogas diduga naik pitam dan ingin memukul Harry. Praswad mengeluarkan ancaman untuk menghentikan aksi Yogas. “Dewas tidak menjelaskan kejadian Yogas hampir memukul Harry,” kata Praswad.
Meski mengeluarkan kata-kata keras dan ancaman, Praswad mengatakan tidak pernah benar-benar melakukannya. Dia mengatakan itu adalah bagian dari strategi penyidikan agar saksi mengakui perbuatannya. Dia menjamin tidak pernah melakukan kekerasan fisik kepada Yogas. Dia menyayangkan sikap Dewas yang tidak mempertimbangkan hal itu. “Kode etik kami itu tidak boleh memukul, menganiaya dan menyiksa,” kata dia.
Dalam berbagai kesempatan, Yogas membantah menjadi operator anggota DPR Ihsan Yunus di kasus bansos. Dia juga berulang kali membantah mengendalikan kuota bansos. "Itu tidak benar dan fitnah yang sangat keji gara-gara itu saya dipecat dari pekerjaan dan kehilangan segalanya. Saat saya dikonfrontir, saya tidak ada kesempatan membela diri," ujar Yogas saat bersaksi dalam sidang kasus bansos di di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 2 Juni 2021.
Baca: Dewas KPK Putuskan 2 Penyidik Kasus Bansos Covid-19 Langgar Kode Etik