TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Kesehatan DPR Emanuel Melkiades Laka Lena mengusulkan pengerahan kekuatan tenaga kesehatan semesta untuk mengisi kekurangan tenaga dalam penanganan Covid-19.
“Kita harus memikirkan pola yang lebih bisa bergerak baik di lapangan bagaimana agar tenaga kesehatan yang ada hari ini bisa semua dikerahkan,” kata Melki dalam pesan suaranya, Sabtu, 10 Juli 2021.
Melki mengatakan, pengerahan kekuatan ini bisa berupa mendorong usia produktif dan tidak punya komorbid untuk mengisi kekurangan tenaga kesehatan, khususnya nakes yang sudah lulus dari berbagai kampus, dokter baru lulus, bidan, perawat, dan lulusan farmasi.
Melki menyarankan agar lulusan di bidang kesehatan tersebut dipermudah surat izin berpraktiknya agar bisa bekerja membantu pelayanan Covid-19 maupun non Covid-19. “Itu harus dipermudah melalui kerja sama Kemenkes, Kemendikbud, dan organisasi profesi masing-masing agar nakes baru lulus bisa dimudahkan,” ujarnya.
Menurut politikus Golkar ini, mahasiswa fakultas kedokteran, kesehatan, farmasi, perawat, bidan yang kini berada di tingkat akhir juga perlu disiapkan menjadi tenaga kesehatan cadangan. Ia menyatakan bahwa saat ini dalam kondisi negara memanggil. Sehingga, mereka harus menyiapkan diri untuk membantu penanganan Covid-19 maupun pelayanan kesehatan lainnya.
Ketua Umum DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhilah sebelumnya mengatakan saat ini terjadi krisis tenaga perawat. Pasalnya, permintaan relawan tenaga perawat untuk melayani pasien Covid-19 di sejumlah RS maupun pusat isolasi pemerintah belum terpenuhi.
Harif mengatakan, pemerintah saat ini berupaya menambah tenaga atau relawan. Di tingkat pusat, Wisma Haji yang akan dioperasikan sebagai RS Darurat Covid-19 saja membutuhkan 450 orang perawat.
Dalam proses perekrutan itu, Harif menjelaskan bahwa di Jabodetabek terdapat 3.200 lulusan perawat. Namun, dalam dua hari ini, sebanyak 350 lulusan yang dihubungi, tak satu pun yang bersedia menjadi relawan.
“Ini repot. Karena lulusan Jabodetabek 85 persen sudah bekerja, 10 persennya mereka sudah jadi relawan. Yang 5 persen berbagai kondisi, tidak boleh sama orang tua, tidak mau, dan sebagainya,” kata dia.