Dalam situs yang sama, uji klinis sel dendritik untuk vaksin Covid-19 di Indonesia dinyatakan sudah tuntas pada 5 April lalu. Riset itu tercatat dikerjakan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi, Semarang. Namun tak ada laporan hasil riset yang diklaim sebagai uji klinis tahap pertama di situs itu. Walau begitu, Aivita mengklaim uji klinis tahap pertama di Indonesia berjalan tanpa kendala.
Dalam siaran pers pada 25 Februari lalu, Aivita menyatakan bahwa pengobatan kepada 27 partisipan menunjukkan peningkatan antibodi dan tak ada gejala efek samping. Klaim ini bertolak belakang dengan temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito mengungkapkan 20 relawan uji klinis tahap pertama mengalami kejadian tak diinginkan, seperti peningkatan kolesterol dan kadar natrium dalam darah.
Di tengah simpang-siur nasib program vaksin Nusantara, Aivita mengumumkan rencana aksi korporasi. Perusahaan mengklaim akan segera mengantongi pendanaan senilai US$ 25 juta atau sekitar Rp 360 miliar. Pendanaan itu akan dipakai untuk pengembangan sejumlah riset. Salah satunya vaksin Covid-19 berbasis sel dendritik. Dalam pengumuman aksi korporasi itu, riset sel dendritik disebut telah masuk fase kedua atau ketiga. Padahal perusahaan itu belum mengantongi uji klinis di Amerika Serikat. Adapun di Indonesia, BPOM tak memberikan izin penelitian fase kedua.
Bos Aivita Biomedical, Robert O. Dillman, juga diduga pernah melanggar sejumlah protokol penelitian di Amerika Serikat. Tak ubahnya praktik "cuci otak" ala Terawan Agus Putranto.
Robert Dillman pernah mendapat teguran dari otoritas di Amerika Serikat karena dinilai menyalahi aturan dan protokol saat menjadi sponsor dan penyelidik klinis dalam beberapa penelitian.
Surat peringatan dari Food and Drug Administration (FDA)—badan pengawas obat Amerika—itu dilayangkan ke alamat Dillman pada 14 Mei 2004. Dokter lulusan University of California tersebut dinilai melanggar regulasi federal dalam tiga kegiatan uji klinis. “Warkat ini diterbitkan karena FDA mencermati suatu hal yang serius ketika melakukan inspeksi,” demikian tertulis dalam surat setebal enam halaman yang diteken James S. Cohen dari Pusat Penelitian dan Evaluasi Biologi FDA itu.
Sayangnya, Robert Dillman tak membalas surat elektronik yang dikirimkan Tempo, hingga Sabtu, 24 April lalu. Wakil Presiden Aivita, Candace Hsieh, yang menjadi narahubung dalam riset sel dendritik untuk vaksin Covid-19, juga tak merespons permintaan konfirmasi. Kontributor Tempo di California, James Mills, yang mendatangi kantor pusat Aivita di Irvine, juga kembali dengan tangan hampa. Permintaannya untuk memperoleh kesempatan wawancara tak ditanggapi.
Sebelumnya, pada periode April 2021 sejumlah anggota DPR mendukung kehadiran uji klinis vaksin Nusantara. Mereka datang ke RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat untuk mengikuti proses uji klinis .
Baca juga: BPOM Pernah Temukan Kejanggalan Vaksin Nusantara, Ini Rinciannya
DEWI NURITA | MAJALAH TEMPO