TEMPO.CO, Jakarta - Inisiator vaksin Nusantara Letnan Jenderal TNI (Purn) Terawan Agus Putranto menjawab isu soal vaksin Nusantara adalah buatan Amerika Serikat.
"Dikatakan bahwa (vaksin nusantara) ini bikinan Amerika dan sebagainya, ya selama ini diam saja, untuk apa dijawab. Kan mereka berpendapat," kata Terawan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu, 16 Juni 2021.
Mantan Menteri Kesehatan itu mengklaim bahwa vaksin berbasis sel dendritik ini buatan Indonesia. Ia membawa satu kotak berisi perangkat pembuat vaksin tersebut serta menjelaskan mekanisme pembuatan vaksin saat RDP dengan DPR. Ia menyatakan 90 persen lebih bahan produksi sudah ada dan dibuat di Indonesia. Hanya dua bahan yang dikatakan olehnya berasal dari AS.
"Semuanya bahannya di Indonesia, ada beberapa yang dibuat di Amerika seperti larutan antigen protein harus impor dulu dan media diferensiasi masih impor. Karena memang belum sampai RnD untuk membuat itu," jelas Terawan.
"Karena ini jalinan riset bersama, ya memang ada teman Amerika ada teman Indonesia. Mau disebut bagaimana, terserah, yang penting tujuan sel dendiritik ini tujuannya sama untuk menciptakan imunitas, kekebalan komunal," lanjutnya.
Setelah dinyatakan tak lolos uji klinis, penelitian vaksin Nusantara yang digagas Terawan Agus Putranto terus berjalan meski menggunakan nama lain. Pemerintah menyepakati status penelitian sel dendritik SARS-CoV-2 berbasis pelayanan kepada pasien, riset tidak dapat dikomersialkan dan tidak membutuhkan persetujuan izin edar.
Sejak awal program penelitian sel dendritik untuk vaksin Covid-19 merupakan kerja sama antara Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan dan PT Aivita Biomedical Indonesia.
Di Amerika Serikat, penelitian ini ditengarai bermasalah. Penelusuran Tempo menunjukkan pengembangan vaksin Covid-19 berbasis sel dendritik di Amerika Serikat yang dikembangkan Aivita Biomedical Inc juga jalan di tempat.
Dikutip dari Clinicaltrials.gov—situs penyedia data uji klinis milik Departemen Kesehatan Amerika Serikat—Aivita berupaya memperoleh izin uji klinis dari badan pengawas obat dan makanan Amerika, Food and Drug Administration. Dalam proposalnya, Aivita mengajukan 175 relawan untuk uji klinis dan menyatakan belum merekrut para relawan itu.