TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia akan memanggil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri untuk diperiksa pada Selasa, 8 Juni 2021. Pemeriksaan ini berhubungan dengan aduan pegawai KPK soal pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK).
Komnas HAM menyatakan telah melayangkan surat panggilan itu kepada KPK. Mereka berharap Firli datang memenuhi panggilan. “Undangan kami kepada pimpinan KPK itu besok,” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Senin 7 Juni 2021.
Dalam tes itu, 75 pegawai dianggap tidak lolos. Dari jumlah itu, 51 dinonjobkan. Sedangkan 24 pegawai lainnya bisa diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara asalkan mau mengikuti pelatihan.
Sejumlah pegawai yang tidak lolos melapor ke Komnas HAM karena menduga terjadi pelanggaran HAM dalam tes itu. Mereka mendatangi Komnas HAM pada 24 Mei 2021 untuk menyerahkan laporan mengenai dugaan pelanggaran HAM yang terjadi dalam TWK.
Berdasarkan bahan laporan yang diperoleh Indonesialeaks, TWK diduga dianggap melanggar hak atas perlakuan yang adil dalam hubungan kerja sesuai Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, serta Pasal 38 ayat (2) UU HAM. Dalam aturan UU maupun PP, hingga peraturan KPK, tidak disebutkan bahwa lulus TWK adalah syarat bagi pegawai jika ingin diangkat menjadi ASN.
Apalagi berdasarkan cerita beberapa sumber aturan mengenai TWK muncul dalam rapat pimpinan pada 25 Januari 2021. Sumber-sumber ini mengatakan Ketua KPK Firli Bahuri ngotot harus ada TWK sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Tindakan tersebut diduga melanggar HAM karena tidak sesuai dengan jaminan konstitusi yaitu Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan juga dinilai diskriminatif, karena beberapa orang mendapatkan pertanyaan yang cenderung berbeda. Selain itu, meskipun ada pegawai yang menjawab sama, tetapi tetap tidak lulus.
Dari daftar 75 orang yang tidak lulus juga dapat terlihat ada sekitar 11 pengurus inti Wadah Pegawai KPK, salah satunya ketua kelompok ini yaitu Yudi Purnomo. Selama ini, wadah pegawai dikenal sering mengkritik keputusan-keputusan pimpinan dan mengadvokasi hak-hak pegawai. Karenanya, TWK dapat dianggap menjadi alat legitimasi untuk memberangus serikat pekerja di KPK.
Pegawai juga menyebut ada dugaan pelecehan seksual dalam TWK. Sejumlah pegawai bersaksi mendapatkan pertanyaan yang menjurus ke hal yang berbau seksual dan melanggar privasi. Sejumlah pertanyaan itu adalah ‘Kalau pacarana ngapain saja’, ‘Masih punya hasrat atau tidak’, ‘Bagaimana pendapat mengenai pesta seks’.
Sejumlah pertanyaan yang diajukan dianggap menjurus pada perendahan harkat dan martabat perempuan, seperti ‘kenapa tidak menikah?’, dan ‘apakah bersedia menjadi istri kedua saya?’. Dugaan pelanggaran HAM tersebut hanya sebagian dari yang dijelaskan pegawai dalam laporannya.
Komnas HAM saat ini telah membentuk tim khusus untuk memeriksa dugaan pelanggaran tersebut. Sejumlah saksi dari unsur pegawai telah dipanggil untuk dimintai keterangan, salah satunya Novel Baswedan. Belakangan Komnas juga sudah melayangkan surat pemanggilan kepada para penyelenggara TWK. Selain Firli, Kepala BKN Bima Haria Wibisana juga akan dipanggil untuk dimintai keterangan.
Firli, dalam konferensi pers di kantornya, pada 20 Mei 2021, mengatakan pimpinan KPK tidak memiliki masalah dengan pegawai KPK. "Kami ingin pastikan sampai hari ini, tidak pernah KPK memberhentikan, tidak pernah KPK memecat, dan tidak pernah juga berpikir KPK untuk memberhentikan dengan hormat maupun tidak hormat," kata Firli kala itu.
Ketika dikonfirmasi ulang oleh Indonesialeaks, Firli Bahuri membantah ada skenario untuk menyingkirkan pegawai lewat TWK. Ia mengatakan pegawai yang tersingkir murni karena tes. “Tidak ada kaitannya, orang lulus, tidak lulus karena dia sendiri,” kata dia di DPR, 3 Juni 2021.
Tim Indonesialeaks sudah mencoba mengkonfirmasi persoalan TWK ini kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana. Namun, belum direspon.
Namun, Bima pernah menjelaskan indikator yang digunakan untuk menilai 75 pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan. Bima mengatakan asesmen TWK dibagi menjadi beberapa klaster penilaian.
Bima mengatakan klaster penilaian TWK pertama adalah kepribadian; kedua pengaruh, yaitu dipengaruhi atau mempengaruhi; ketiga, aspek PUNP, yaitu Pancasila, UUD 1945 dan seluruh aturan turunannya, NKRI dan Pemerintah yang sah. Masing-masing indikator memiliki skor 6 untuk kepribadian, 7 untuk pengaruh dan 9 untuk PUNP.
Baca juga: Firli Bahuri Tegaskan Kelulusan TWK Tergantung Usaha
*Liputan ini merupakan kolaborasi konsorsium Indonesialeaks. Yaitu Jaring.id, Tirto.id, Majalah Tempo, Koran Tempo, Tempo.co, The Gecko Project, KBR, Suara.com, Independen.id.