TEMPO.CO, Jakarta - Penasihat Senior Kantor Staf Kepresidenan, Andi Widjajanto menyebut anggaran Rp 1.760 triliun atau Rp 1,7 kuadriliun untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista), seperti tertera dalam rancangan peraturan presiden yang beredar, bukan angka yang besar.
Ahli pertahanan itu menyebut, pada 2005 silam, ia pernah dilibatkan dalam perumusan Kekuatan Pertahanan Minimal (KPM) 2024, pada saat itu estimasi untuk pembelian alutsista saja sebesar USD 88 miliar. "Angka USD 88 billion itu untuk senjata saja, tidak ada pemeliharaan, beban utang dan kontijensi. Di R-Perpres sekarang untuk beli senjata itu USD 79 miliar. Di bawah nilai yang dulu di estimasi tahun 2005," ujar Andi dikutip dari YouTube Akbar Faizal Uncensored, Jumat, 4 Juni 2021.
Berdasarkan draf Perpres yang beredar, Perencanaan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan TNI untuk Renstra 2020-2044 mencapai USD 124 miliar atau setara dengan Rp 1.773 triliun. Dalam penjelasannya, angka sebesar Rp 1,7 kuadriliun itu ditujukan untuk akuisisi Alpalhankam sebesar USD 79.099.625.314, pembayaran bunga tetap selama 5 Renstra sebesar USD 13.390.000.000, dan dana kontijensi serta pemeliharaan dan perawatan Alpalhankam sebesar USD 32.505.274.686.
"Jadi kalau saya analogikan, pada 2005 itu pemerintah merencanakan kita punya Toyota Innova, lalu sekarang menuju 2044 mestinya kan naik ke Fortuner atau Alphard, ternyata malah Avanza. Bingung kan saya," ujar Andi.
"Rp 1,7 kuadriliun itu bukan apa-apa. Kita butuh yang lebih besar, tapi realistis. Namun, ekonomi saat ini kan tidak mampu. Mumpung analisanya mengatakan kita belum ada perang, ya enggak apa-apa lah segitu dulu," ujar dia.
Jika kondisi perekonomian sudah pulih dan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 7 persen, ujar dia, idealnya pemerintah harus mengalokasikan lebih dari 1 persen PDB (produk domestik bruto) untuk anggaran pertahanan. Hitung-hitungannya sekitar Rp 2,54-3,47 kuadriliun. "Kalau ekonomi sudah pulih, maka revisi renstra bisa diajukan," ujar dia.
Sementara itu, Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini menilai rencana anggaran pertahanan dan keamanan sampai lebih dari Rp 1.700 triliun itu sudah di luar kepantasan. "Momentumnya salah karena sedang krisis covid-19, tidak layak karena APBN sekarat dan syarat utang dan tidak masuk di akal sehat," ujar Didik lewat keterangan tertulis, Rabu lalu.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto enggan mengonfirmasi kabar yang beredar soal anggaran Rp 1.760 triliun untuk pengadaan alutsista. Prabowo menyebut, rencana anggaran untuk pengadaan alutsista masih digodok.
"Rencana ini masih kita godok bersama Bappenas, Kemenkeu, dan pemangku-pemangku kepentingan lainnya," ujar Prabowo di Kompleks Parlemen, Senayan pada Rabu, 2 Juni 2021.
Yang jelas, kata Prabowo, modernisasi alutsista urgen dilakukan dalam strategi dan kebijakan umum pertahanan negara 2020-2024. "Banyak alutsista kita sudah tua dan sudah saatnya memang mendesak harus diganti, kebutuhan-kebutuhan itu sangat penting agar kita siap menghadapi dinamika lingkungan strategis yang berkembang dengan sangat pesat," ujar Prabowo di Kompleks Parlemen, Senayan pada Rabu, 2 Juni 2021.
DEWI NURITA