TEMPO.CO, Jakarta - Co-founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai terjadinya anggota TNI yang justru bergabung dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB), adalah hal yang tak aneh. Ia mengatakan hal ini tak berarti TNI kecolongan.
"Menurut saya ini bukan kecolongan namun bentuk kekalahan dalam perang urat saraf atau psywar. Setidaknya ronde ini dimenangkan oleh lawan. Mereka dapat poin," kata Khairul saat dihubungi Tempo, Ahad, 18 April 2021.
Ia mengatakan di medan tempur, kekuatan mental prajurit tidak bisa dianggap sama rata. Sebelum terjadinya pembelotan Pratu Lukius Y Matuan, anggota TNI yang disebut bergabung dengan KKB, Khairul mengatakan praktik penjualan senjata dan amunisi oleh oknum TNI pada KKB sudah pernah terjadi.
Hal sebaliknya juga terjadi. Pihak lawan yang mampu direkrut sebagai jaring informasi bahkan tak sedikit pula yang diklaim kembali ke pangkuan NKRI.
"Hari ini, kebetulan saja kita melihat lagi fakta lain. Ada prajurit TNI yang dikabarkan membelot ke pihak KKB. Alasannya, tidak tahan melihat kekerasan yang dialami oleh saudara-saudaranya warga Papua. Ini bisa jadi bukan kasus yang pertama kali," kata Khairul.
Khairul mengatakan dalam kasus pembelotan Pratu Lukius, operasi penumpasan KKB yang selama ini dituding TNI sebagai pelaku kekerasan dan teror yang terjadi di Papua, ternyata gagal meningkatkan sentimen positif dan dukungan. Propaganda bahwa KKB ini adalah ekstremis jahat pengacau keamanan yang harus dibasmi, gagal membendung propaganda lawan.
Propaganda KKB bahwa yang mereka lakukan adalah perlawanan atas penindasan, ketidakadilan, pembodohan dan merupakan perjuangan untuk membebaskan warga Papua, ternyata lebih dapat dipercayai oleh Pratu Lukius.
"Keputusan membelot itu sangat mungkin merupakan hasil pergulatan batin yang luar biasa setelah rangkaian peristiwa yang dia lihat, dia alami dan dia rasakan. Artinya? TNI dalam hal ini gagal juga membentengi mental ideologi prajuritnya," kata Khairul.
Dalam konflik, Khairul mengatakan peluang terjadinya perubahan sikap hingga pembelotan selalu ada. Ia mengatakan propaganda yang paling berpeluang berhasil adalah propaganda dengan dukungan 'fakta' kuat.
"Propaganda yang mampu menunjukkan harapan dan sangat dekat dengan realita. Siapa yang mampu, dialah yang menang," kata Khairul.
Meski begitu, ia mengingatkan besar kecilnya peluang terjadinya pembelotan di pihak TNI ke KKB, tetap akan bergantung pada kemampuan TNI menjaga moril dan mental prajurit. "Kemampuan melakukan propaganda dan yang paling penting adalah kemampuan menghindari terjadinya praktik buruk dan kekerasan yang tidak patut (improper violence) oleh prajuritnya di medan operasi di Papua," kata Khairul.
Baca: Ini Profil Prajurit TNI yang Diduga Bergabung dengan KKB