TEMPO.CO, Jakarta - Survei yang dilakukan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) terkait persepsi guru atas program vaksinasi Covid-19 menunjukkan 91,73 persen guru bersedia divaksin.
"Hasil survei menunjukkan bahwa 91,73 persen guru bersedia divaksin dan 8,27 persen guru menolak divaksin, dengan alasan khawatir efek samping dan ragu pada kualitas vaksinnya," kata Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti dalam keterangannya, Jumat, 19 Maret 2021.
Survei diikuti 2.406 guru dari 23 provinsi yang berasal dari jenjang pendidikan PAUD atau TK hingga SMA, SMK, dan MA, dengan usia 20-59 tahun.
Retno menjelaskan, alasan guru bersedia divaksin karena ingin memiliki kekebalan tubuh (79,43 persen). Alasan berikutnya, 63,62 persen guru berharap agar pembelajaran tatap muka (PTM) dapat berjalan dengan aman jika dilaksanakan; 37,56 persen beralasan karena situasi penyebaran Covid-19 yang masih mengkhawatirkan.
Sebanyak 28,55 persen menyatakan karena tidak tahu kapan pandemi akan berakhir, dan sebanyak 17,58 persen menyatakan yakin dengan produk vaksinnya. "Sisanya sebanyak 4,89 persen menyatakan karena takut diberikan sanksi atau hukuman dan sebanyak 0,63 persen karena ada paksaan dari atasan," ujarnya.
Adapun alasan guru menolak vaksinasi Covid-19 karena kehawatir dengan efek samping sebanyak 63,32 persen, sebanyak 41,71 persen ragu dengan kualitas produk vaksin. Berikutnya beralasan memiliki penyakit bawaan sebanyak 25,13 persen, dan karena pemberitaan negatif tentang vaksinasi di media sosial sebanyak 22,11 persen.
Ada juga yang menyatakan karena masih ada kemungkinan tertular Covid-19 sebanyak 12,06 persen, dan penyebaran virus Covid-19 yang tidak mengkhawatirkan pada wilayah guru yang bersangkutan sebanyak 10,55 persen. "Sisanya menyatakan bahwa lebih baik ikut vaksinasi secara mandiri sebanyak 3,02 persen, dan sebanyak 0,3 persen karena tidak takut terinfeksi virus Covid-19," kata Retno.
Retno meminta agar angka guru yang menolak divaksin tidak dianggap remeh mengingat target pelaksanaan vaksinasi Covid-19 bagi guru adalah bisa terlaksananya PTM di awal semester tahun pelajaran 2021-2022.
"Apabila masih ada guru yang belum divaksin plus siswa yang juga belum divaksin, maka herd immunity secara komunal di lingkungan sekolah sulit untuk terbentuk," katanya.
Jika berdasarkan usia, mayoritas guru yang lebih muda tidak bersedia mengikuti vaksinasi Covid-19. Pada guru berusia 20-29 ada sebanyak 10,61 persen yang menolak divaksin, pada usia 30-39 sebanyak 10,97 persen, dan pada usia 40-49 tahun sebanyak 10,51 persen. Sedangkan pada usia 50-60 tahun hanya 4,67 persen yang menyatakan tidak bersedia.
Retno menyarankan agar Kemendikbud, Dinas Pendidikan, dan Dinas Kesehatan di daerah melakukan sosialisasi lebih masif agar guru mendukung program vaksinasi Covid-19. "FSGI mendorong materi sosialisasi ditekankan pada kualitas vaksin dan efek sampingnya serta jaminan keberhasilan vaksin, karena guru-guru yang menolak vaksin meragukan kualitas vaksin dan mafaat bagi dirinya," kata dia.