TEMPO.CO, Jakarta - Gunung Agung yang terletak di kawasan Karangasem, Bali ini dianggap sakral bagi masyarakat Bali, tepat 58 tahun yang lalu mengalami letusan hebat hingga memakan ribuan jiwa dan mengakibatkan kerusakan parah. Tidak hanya itu, erupsi Gunung Agung yang dimulai pada 17 Maret 1963 lalu juga mengakibatkan kelapran bagi pengungsi.
Gunung yang dianggap sakral bagi masyarakat Bali itu, terdapat tempat ibadah sakral umat Hindu yakni, Pura Besakih.
Mereka mempercayai bahwa gunung berapi tertinggi di Bali ini merupakan tempat abadi para dewa. Alasan mendirikan Pura Besakih di sekitar gunung tersebut adalah sebagai tempat perantara para dewa menuju puncak Gunung Agung, yang dipercaya sebagai istana para dewa.
Bagi orang Bali, Gunung Agung dipercaya sebagai asal-muasal masyarakat Bali. Itu sebabnya banyak dilakukan upacara adat di sekitar Gunung Agung, salah satunya adalah Eka Dasa Ruda. Upacara adat ini dilakukan sekali dalam seabad. Upacara ini diikuti pendeta hingga ribuan umat Hindu dengan naik gunung tersebut menuju Pura Besakih.
Ketika Gunung Agung meletus pada 1963 itu, umat Hindu di kawasan gunung tersebut tengah melangsungkan upacara tersebut. Gunung Agung yang sedang "batuk" dan mengeluarkan material vulkaniknya, masyarakat masih melakukan upacara. Sebelumnya pemerintah sudah memberi peringatan agar warga mengungsi dari Pura Besakih dan permukiman sekitar.
Baca: PVMBG: Belum Ada Indikasi Erupsi Besar Gunung Agung Bali
Letusan hebat tersebut ditandai awan gelap di langit Pulau Dewata, suara gemuruh yang menggelegar. Bahkan terdengear pula desas-desus akan terjadinya kiamat. Akibat letusan ini 1.148 orang meninggal dan tak kurang dari 296 orang luka-luka.
Tidak hanya itu, letusan Gunung Agung juga mengakibatkan bencana kelaparan bagi masyarakat Bali yang terdampak dari letusannya. Gubernur Bali saat itu, Anak Agung Bagus Sutedja mengatakan terdapat 85.000 pengungsi dan Bali ketika itu tidak memiliki stok makanan untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Berdasarkan catatan PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) letusan Gunung Agung dimulai sejak 1800. Track Records letusan Gunung Agung dimulai dari 1802, 1821, 1843, dan 1963.
Adapun letusan pada 1808, erupsi Gunung Agung melontorkan batu apung dan abu vulkanik dalam jumlah yang besar. Sedangkan pada 1821, erupsi kembali terjadi namun tidak sebesar letusan sebelumnya. Untuk tahun 1843, sebelum Gunung Agung meletus terjadi gempa bumi terlebih dahulu. Sehingga dalam letusannya menegeluarkan pasir, batu apung, dan abu vulkanik.
GERIN RIO PRANATA