TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang bakal mengaktifkan virtual police menuai kritik. Virtual police itu dimaksudkan untuk memantau ujaran kebencian di dunia maya.
“Jadi nanti, kalau ada ujaran-ujaran kebencian di media sosial, aplikasi ini akan mengenali dan segera mengirim peringatan kepada pemilik akun,” kata Listyo Sigit dalam wawancara dengan Koran Tempo, Senin, 22 Februari 2021.
Namun, sejumlah pihak merasa dengan adanya virtual police justru menambah masalah baru. Berikut beragam kritik atas program tersebut:
1. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Peneliti KontraS, Rivanlee Anandar menilai, keberadaan virtual police ini ironis di tengah ketakutan masyarakat karena ancaman UU ITE. Virtual police justru semakin membuat orang takut karena dipantau polisi ketika menyampaikan ekspresi.
"Kalau UU ITE disebut bisa mengganggu demokrasi, lah ini malah memberi ruang virtual police aktif. Makin takutlah orang komentar," ujar Rivan aat dihubungi Tempo, Selasa, 23 Februari 2021.
2. Refly Harun
Ahli Hukum Tata Negara ini menilai, kehadira virtual police tidak akan menyelesaikan polemik bila kritik terancam dijerat UU ITE.
"Saya kira mungkin akan memunculkan problem baru,” kata Refly Harun seperti dikutip dari kanal YouTube Najwa Shihab.
Refly menjelaskan, jika UU ITE telah memberikan terlalu lebar kewenangan kepada penegak hukum untuk menafsirkan. "Saya katakan tidak ada kritik yang dikriminalkan. Cuman masalahnya adalah membedakan kritik, penghinaan, ujaran kebencian, hasutan, provokasi itu yang nggak jelas," ucap dia.
Yang berbahaya, kata Refly Harun, ketika orang merasa bahwa dia menyampaikan kritik, namun yang muncul di penegak hukum bukan menyampaikan kritik tapi telah menghina. Akibatnya, polisi akan mudah menangkap orang, terutama ketika memiliki subjektifitas dan target.
3. The Indonesian Institute Center for Public Policy Research
Rifqi Rachman, selaku peneliti, mempertanyakan urgensi pembentukan police virtual ini. Sebab, menurut dia, virtual police tidak serta merta bisa menjadi solusi untuk memperbaiki etika warganet di media sosial.
"Ketika pendekatan melalui cyber police tidak mampu memasuki ranah etis di ruang digital, pembentukan virtual police dengan pendekatan edukasi senyatanya juga tidak dapat langsung menjadi jawaban," kata Rifqi melalui keterangan tertulis pada 21 Januari 2021.
Justru, kehadiran police virtual akan mempersempit kebebasan warga di ruang digital. Lebih lanjut, Rifqi juga mempertanyakan ruang lingkup edukasi yang dapat diberikan oleh virtual police ini.
Baca juga: Kapolri Sebut Pasal Karet di UU ITE Sering Digunakan untuk Kriminalisasi