TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta Gubernur dan para Bupati/Wali Kota di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) untuk melakukan intervensi terhadap rehabilitasi hutan agar bencana banjir Kalsel seperti yang terjadi pada Januari lalu, tidak terulang lagi.
"Saya titip Pak Gubernur dan seluruh bupati/wali kota agar intervensi terhadap rehabilitasi lahan itu sangat penting sekali. Penghutanan kembali, penanaman kembali di lahan-lahan terutama yang berkaitan dengan DAS yang ada, perlu segera dilakukan secara besar-besaran kalau kita tidak mau lagi terkena banjir di masa-masa yang akan datang," ujar Jokowi di sela acara peresmian Bendungan Tapin yang terletak di Desa Pipitak Jaya, Kabupaten Tapin, Kalsel, Kamis, 18 Februari 2021.
Provinsi Kalimantan Selatan yang mencakup dua kota dan 11 kabupaten, ujar Jokowi, merupakan area yang sangat luas dan memerlukan penanganan yang komprehensif dari hulu sampai hilir.
Jokowi sebelumnya menyebut, banjir Kalsel pada Januari lalu terjadi karena tingginya curah hujan selama 10 hari berturut-turut yang mengakibatkan Sungai Barito meluap hingga air membanjiri 10 kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan.
Baca: Greenpeace Nilai Banjir Kalsel Akibat Ekosistem Sudah Kritis
Pernyataan Jokowi tersebut lantas dikritik sejumlah aktivis lingkungan. Greenpeace Indonesia menilai bencana itu terjadi karena dampak kerusakan hutan yang menyebabkan semakin berkurangnya tutupan hutan di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Barito dan DAS Maluka.
Dari total luas DAS Barito seluas 6,2 juta hektar, tutupan hutannya pada 2019 hanya tinggal 3,5 juta saja, atau 49 persen. Adapun DAS Maluka, dari total luas 88 ribu hektare, hanya menyisakan 0,97 persen tutupan hutan atau seluas 854 hektare saja.
"Fakta di Kalimantan menunjukkan deforestasi dan penggunaan tata guna lahan berkontribusi nyata terhadap terjadinya banjir di Kalimantan Selatan," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Arie Rompas, dalam diskusi daring, Jumat, 29 Januari 2021.
Ia mengatakan hal ini tak terlepas dari komoditas-komoditas dari kayu-kayu alam, sawit, hingga tambang batubara. Dari data Greenpeace, di DAS Barito saja sudah ada 94 konsesi perusahaan kelapa sawit, 19 konsesi HTI, 34 konsesi HPH, dan 354 konsesi tambang.
"Totalnya di DAS Barito ini sudah mengambil 53 persen wilayahnya. Jadi tutupan hutannya sudah sedikit, di bawah 50 persen, izin konsesinya sudah 53 persen," kata Arie.
Ia mengatakan deforestasi atau penggundulan hutan sejak 1973 hingga di masa pemerintahan Jokowi saat ini, mengakibatkan perubahan iklim. "Akumulasi kerusakan hutan di Kalimantan meningkatkan suhu harian lokal dan suhu ekstrem di wilayah tersebut dan mengakibatkan perubahan iklim," kata dia menjelaskan soal akar dari banjir Kalsel.
DEWI NURITA