TEMPO Interaktif, Semarang: Koordinator Jaringan Pembela Perempuan dan Anak Jawa Tengah, Prof. Dr. Agnes Widanti, meminta polisi tetap memproses Pujiono Cahyo Widianto, meski pengusaha tersebut membatalkan perkawinanya dengan bocah di bawah umur. "Ini kasus pidana, bukan delik aduan," kata Agnes yang mengajar di Unika Soegiyopranoto Semarang, Sabtu (1/11).
Menurut dia, dalam kasus pidana apa pun yang terjadi harus dilanjutkan. Berbeda dengan delik aduan jika kedua belah pihak yang melapor dan bertikai, mengganggap sebuah kasus selesai setelah ada kesepakatan. "Polisi harus tetap memproses hukum sampai persoalannya tuntas," ujarnya.
Pentingnya menegakkan aturan, kata dia, ke depan tidak lagi ada perkawinan dengan bocah belum umur. Udang-Undang Perkawinan mensyaratkan, usia pernikahanseorang perempuan minimal 18 tahun. Adapun Syeh Puji menikahi Lutfiana Ulfa yang baru berumur 12 tahun dengan cara siri.
Syeh Puji melalui Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Anak, Seto Mulyadi, pekan depan akan membatalkan pernikahannya dengan bocah jebolan kelas dua SMP Negeri 1 Bawen, Semarang. Lutfiana dinikahi pengusaha kaligrafi kuningan itu secara agama pada 8 Agustus lalu. Perkawinan ini dibatalkan karena mendapat respons negatif dari publik.
Agnes mengatakan, ada beberapa peraturan yang dapat digunakan polisi menjerat Pujiono, antara lain: Pasal 279 ayat 1 KUHP tentang kejahatan dalam perkawinan (mengadakan pernikahan padahal mengetahui perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu). Pasal 288 ayat 1 KUHP, Pasal 290 ayat 2 KUHP, Pasal 280 KUHP dan Pasal 289 ayat 1.
Selain dengan KUHP, kata Agnes, polisi juga bisa menggunakan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta Undang-undang Nomor 13 Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan. Saat ini, kasus pernikahan Pujiono ditangani Kepolisian Wilayah Kota Besar Semarang.
Rofiuddin