TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Antikorupsi Indonesia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi menelusuri istilah Bina Lingkungan dalam kasus korupsi bansos Covid-19. MAKI menduga Bina Lingkungan adalah istilah yang digunakan di lingkungan Kementerian Sosial untuk menyebut perusahaan-perusahaan yang kerap mendapatkan jatah pengadaan bansos.
"Berdasar informasi yang Kami terima, terdapat dugaan penunjukan perusahaan penyalur Sembako Bansos Kemensos yang saat ini diproses KPK adalah perusahaan tersebut semata mata berdasar penunjukan dengan istilah Bina Lingkungan,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan tertulis, Rabu, 3 Februari 2021.
Baca: Rekonstruksi Bansos, Operator Politikus PDIP Terima Duit Rp 1,5 M dan 2 Brompton
Boyamin mengatakan praktek itu membuat penunjukkan perusahaan diduga tidak berdasar kemampuan, pengalaman dan kompetensi. Sehingga dalam menyalurkan sembako menimbulkan dugaan penurunan kualitas dan harga, serta merugikan masyarakat.
MAKI menyebut sejumlah perusahaan yang termasuk dalam daftar Bina Lingkungan di antaranya, PT SPM yang mendapatkan 25 ribu paket dengan pelaksana AHH; PT ARW mendapat 40 ribu paket, pelaksana FH; PT TIRA 35 ribu paket, pelaksana UAH; dan PT TJB 25 ribu paket, pelaksana KF. “Bahwa perusahaan yang mendapat fasilitas Bina Lingkungan selain 4 di atas, diduga masih terdapat sekitar 8 perusahaan lain,” kata Boyamin.
Boyamin menduga perusahaan yang mendapatkan fasilitas Bina Lingkungan merupakan rekomendasi dari pejabat eselon I di Kemensos dan politikus di DPR. Boyamin mengatakan nama kedua orang itu sudah disebut oleh media massa. “Media massa telah menyebut oknum anggota DPR berasal dari PDIP, yaitu Ihsan Yunus dan Herman Herry,” kata dia.
Menurut dia, istilah Bina Lingkungan dalam bansos Covid-19 juga terdapat dugaan rekomendasi dari politikus di luar PDIP, yang berasal dari beberapa parpol. “Oknum pemberi rekomendasi Bina Lingkungan diduga pejabat eselon I Kemensos dengan inisial PN dan oknum anggota DPR adalah ACH,” ujar Boyamin.