TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrat, Rachland Nashidik, mengatakan bahwa tujuan Moeldoko merebut posisi Ketua Umum Partai Demokrat adalah karena ingin maju sebagai calon presiden 2024.
"Berdasarkan laporan dari seorang kader senior Partai Demokrat yang diminta bertemu langsung, KSP Moeldoko menyampaikan bahwa tujuan pengambilalihan posisi Ketum PD yang hendak dilakukan adalah untuk dijadikan jalan atau kendaraan bagi KSP Moeldoko maju sebagai calon presiden dalam Pemilu 2024 mendatang," kata Rachland, Senin, 1 Februari 2021.
Rachland mengatakan, para pimpinan dan kader partainya di pusat maupun daerah melaporkan adanya manuver politik yang dilakukan sejumlah kader dan eks kader, bersama pihak luar partai.
Gabungan dari pelaku gerakan ini ada 5 (lima) orang, terdiri dari 1 kader aktif (J), 1 anggota PD tidak aktif (sudah 6 tahun) (M), 1 eks kader yang sudah lama (9 tahun yang lalu) meninggalkan partai karena menjalani hukuman akibat korupsi (N), dan 1 eks kader yang telah meninggalkan partai 3 tahun yang lalu (D). Sedangkan yang non kader partai adalah Moeldoko.
Pimpinan dan kader partai yang melapor, kata Rachland, mengaku dihubungi dan diajak melakukan pengambilalihan Ketua Umum Partai Demokrat. Ajak dan permintaan dukungan untuk mengganti Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu dilakukan melalui telepon maupun pertemuan langsung.
"Dalam komunikasi mereka, setelah menurunkan dan mengganti kami dari posisi Ketum Partai Demokrat yang telah dikukuhkan oleh negara, selanjutnya mereka diminta untuk mendukung dan mengangkat KSP Moeldoko menjadi Ketum PD yang baru," ujar Rachland.
Baca: Demokrat Tuding Istana Dongkel Partainya, Moeldoko: Pak Jokowi Tak Tahu Menahu
Adapun konsep dan rencana untuk mengganti paksa AHY, Rachland menyebutkan bahwa pelaku gerakan menargetkan 360 orang pemilik suara yang mesti diajak dan dipengaruhi untuk mengadakan kongres luar biasa (KLB).
"Para pemegang suara tersebut, intinya para Ketua DPD dan Ketua DPC Partai Demokrat, dijanjikan sejumlah uang sebagai imbalannya (money politics)," kata dia.
Kepala Staf Presiden Moeldoko membantah keterlibatan Istana terkait tudingan adanya upaya mendongkel kepengurusan Partai Demokrat. Ia mengatakan Presiden Joko Widodo dalam hal ini tak tahu menahu tentang urusan ini.
"Dalam hal ini, saya mengingatkan, sekali lagi jangan dikit-dikit Istana. Dan jangan ganggu Pak Jokowi dalam hal ini. Karena beliau dalam hal ini tak tahu menahu sama sekali," kata Moeldoko saat memberi klarifikasi secara daring, Senin, 1 Februari 2021.
Tudingan Partai Demokrat awalnya menjelaskan adanya gerakan politik yang melibatkan pejabat di lingkaran Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan ingin merebut kekuasaan pimpinan Demokrat secara inkonstitusional. Belakangan, diungkap bahwa sosok yang dimaksud adalah Moeldoko.
Moeldoko membantah hal ini. Yang selama ini terjadi, kata dia, adalah ia menerima kunjungan sejumlah orang ke rumahnya. Ia mengaku banyak menerima berbagai macam tamu di rumahnya. Namun beberapa di antara tamunya, curhat tentang kondisi Partai Demokrat pada dia.
FRISKI RIANA